Sesiapa mempunyai artikel yang best serta bersesuaian mengenai Islam yang mahu disiarkan di sini beserta nama anda, sila emailkan kepada admin@loveloveislam.com

We Love Islam Followers

NoAds!"Love Love Islam" adalah sebuah blog non-commercial. Tiada Iklan. Blog ini diwujudkan untuk berdakwah dan ikhlas semata-mata kerana Allah. Promosi dan iklankanlah "Love Love Islam" di blog anda atau di mana sahaja dengan niat untuk berdakwah. Terima Kasih. - Admin Love Love Islam

Tuesday, August 31, 2010

Perempuan yang Dicerai dan Tidak Perlu Ber’iddah

Perempuan yang tidak perlu ber’iddah ialah perempuan yang setelah akad nikah selesai lalu ditalak sebelum suami mencampurinya. Dalilnya adalah firman Allah Subhaanahu Wata'ala:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-kali tidak wajib atas mereka ‘iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya.” (Al-Ahzab: 49).

MENGENAKAN PAKAIAN PENDEK, TIPIS DAN KETAT

MENGENAKAN PAKAIAN PENDEK, TIPIS DAN KETAT

Di antara perang yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam pada zaman ini adalah soal model berpakaian. Musuh-musuh Islam itu menciptakan bermacam-macam model pakaian lalu dipasarkan di tengah-tengah kaum muslimin.

Ironisnya, pakaian-pakaian tersebut tidak menutup aurat kerana amat pendek, tipis atau ketat. Bahkan sebagian besar tidak dibenarkan dipakai oleh wanita meskipun di antara sesama mereka atau di depan mahramnya sendiri.

Dalam hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengambarkan bakal munculnya pakaian semacam ini di akhir zaman, beliau bersabda,

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا: قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيْلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُؤُوْسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ، لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيْحَهَا، وَإِنَّ رِيْحَهَا مِنْ مَسِيْرَةِ كَذَا وَكَذَا.

“Dua (jenis manusia) dari ahli Neraka yang aku belum melihatnya sekarang iaitu; Kaum yang membawa cemeti-cemeti seperti ekor sapi, mereka memukul manusia dengannya, dan wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang, berjalan dengan menggoyang-goyangkan pundaknya dan berlenggak-lenggok. Kepala mereka seperti punuk unta yang condong. Mereka tidak akan masuk Surga, bahkan tidak akan mendapatkan wanginya, padahal sungguh wangi Surga telah tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian.”( Hadits riwayat Muslim, 3/1680.)

Termasuk di dalam kategori ini adalah pakaian sebagian wanita yang memiliki sobekan panjang dari bawah, atau yang ada lubang di beberapa bagiannya, sehingga ketika duduk nampak auratnya.

Di samping itu, apa yang mereka lakukan juga termasuk menyerupai orang-orang kafir, mengikuti model serta busana jahat yang mereka buat. Kepada Allah kita memohon keselamatan.

Di antara yang juga berbahaya adalah adanya berbagai gambar buruk di pakaian, seperti: Gambar penyanyi, kumpulan muzik, botol dan cawan arak, Juga gambar-gambar makhluk yang bernyawa, salib, lambang-lambang persatuan dan organisasi-organisasi non Islam; Juga slogan-slogan kotor yang tidak lagi memperhitungkan kehormatan dan kebersihan diri, yang biasanya banyak ditulis dengan bahasa asing.

ISBAL (MENURUNKAN / MEMANJANGKAN PAKAIAN HINGGA DI BAWAH MATA KAKI)

Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munajjid

Di antara yang dianggap sepele oleh manusia, sedang dalam pandangan Allah merupakan masalah besar adalah soal isbal. Yaitu menurunkan atau memanjangkan pakaian hingga di bawah mata kaki. Sebagian ada yang pakaiannya hingga menyentuh tanah, sebagian lain menyapu debu yang ada di belakangnya.

Abu Dzar radhiallahu ‘anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَ يُزَكِّيْهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ: الْمُسبِلُ [وَفِيْ رِوَايَةٍ: إِزَارَهُ] وَالْمَنَّانُ [وَفِيْ رِوَايَةٍ: الَّذِيْ لاَ يُعْطِيْ شَيْئًا إِلاَّ مِنْهُ] وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلَفِ الْكَاذِبِ.

“Tiga (golongan manusia) yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada Hari Kiamat, tidak pula dilihat dan tidak disucikan serta bagi mereka siksa yang pedih (mereka itu adalah); Musbil (orang yang memanjangkan pakaiannya hingga ke bawah mata kaki). Dalam sebuah riwayat lain dikatakan: “Yaitu orang yang tidak memberi sesuatu kecuali ia mengungkit-ungkitnya.” Dan (ketiga) orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu.”( Hadits riwayat Muslim, 1/102.)

Orang yang berdalih, saya melakukan isbal tidak dengan niat takabur (sombong), hanyalah ingin membela diri yang tidak pada tempatnya. Ancaman untuk musbil adalah mutlak dan umum, baik dengan maksud takabur atau tidak, sebagaimana ditegaskan dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam,
مَا تَحْتَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ اْلإِزَارِ فَفِي النَّارِ.

“Kain (yang memanjang) di bawah mata kaki tempatnya di Neraka.”( Hadits riwayat Imam Ahmad, 6/254; Shahihul Jami’, 5571.)

Jika seseorang melakukan isbal dengan niat takabur, maka siksanya akan lebih pedih dan berat, yaitu termasuk dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ لَمْ يَنْظُرِ اللهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.

“Barangsiapa memanjangkan bajunya dengan takabur, niscaya Allah tidak akan melihatnya pada hari Kiamat.”( Hadits riwayat Al-Bukhari, 3/465.)

Sebab dengan begitu, ia melakukan dua hal yang diharamkan sekaligus, yakni isbal dan takabur.

Isbal diharamkan untuk semua pakaian, sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu:

اْلإِسْبَالُ فِي اْلإِزَارِ وَالْقَمِيْصِ وَالْعِمَامَةِ، مَنْ جَرَّ مِنْهَا شَيْئًا خُيَلاَءَ لَمْ يَنْظُرِ اللهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.

“Isbal itu pada kain (sarung), gamis (baju panjang) dan sorban. Siapa yang memanjangkan daripadanya dengan sombong maka Allah tidak akan melihatnya pada Hari Kiamat.”( Hadits riwayat Abu Dawud, 4/353; Shahihul Jami’, 2770.)

Adapun wanita, mereka diperbolehkan menurunkan pakaiannya sebatas satu jengkal atau sebatas untuk menutupi kedua telapak kakinya, sebab ditakutkan akan tersingkap oleh angin atau lainnya.

Tetapi tidak dibolehkan melebihi yang wajar seperti umumnya busana pengantin yang panjangnya di tanah hingga beberapa meter, bahkan mungkin kainnya harus ada yang membawakan dari belakangnya.

Monday, August 30, 2010

BERBISIK EMPAT MATA DAN MEMBIARKAN KAWAN KETIGA

Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munajjid

Dalam suatu majlis dan pergaulan, sikap dan tindakan ini sungguh amat tidak terpuji. Bahkan sikap dan tindakan seperti ini sebenarnya merupakan langkah syetan untuk memecah belah umat Islam dan menebarkan kecemburuan, kecurigaan dan kebencian di antara mereka.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menerangkan hukum dan akibat perbuatan ini dalam sabdanya,
إِذَا كُنْتُمْ ثَلاَثَةً فَلاَ يَتَنَاجَى اثْنَانِ دُوْنَ اْلآخَرِ حَتَّى تَخْتَلِطُوْا بِالنَّاسِ، مِنْ أَجْلِ أَنْ ذَلِكَ يُحْزِن

“Jika kalian sedang bertiga, maka janganlah dua orang berbisik tanpa seorang yang lain, sehingga kalian membaur dalam pergaulan dengan manusia, sebab yang demikian itu akan membuatnya sedih.”( Hadits riwayat Al-Bukhari, .lihat Fathul Bari, 11/83.)

Termasuk di dalamnya berbisik dengan tiga orang dan meninggalkan orang keempat, dan demikian seterusnya.

Demikian pula, jika kedua orang tersebut berbicara dengan bahasa yang tidak dimengerti oleh orang ketiga.

Tidak diragukan lagi, berbisik hanya berdua dengan tidak menghiraukan orang ketiga adalah salah satu bentuk penghinaan kepadanya.

Atau memberi asumsi bahwa keduanya menginginkan suatu kejahatan terhadap dirinya. Atau mungkin menimbulkan asumsi-asumsi lain yang tidak menguntungkan bagi kehidupan pergaulan mereka di kemudian hari.

LAKI-LAKI MEMAKAI PERHIASAN EMAS

Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munajjid

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أُحِلَّ لإِنَاثِ أُمَّتِي الْحَرِيْرُ وَالذَّهَبُ وَحُرِّمَ عَلَى ذُكُوْرِهَا.

“Dihalalkan atas kaum wanita dari umatku sutera dan emas, (tetapi keduanya) diharamkan atas kaum lelaki mereka.”( Hadits marfu’ dari Abu Musa Al-Asy’ari, riwayat Imam Ahmad, 4/393; Shahihul Jami’, 207.)

Saat ini, di pasar atau di toko-toko banyak kita jumpai barang-barang konsumsi laki-laki yang terbuat dari emas. Seperti jam tangan, kaca mata, kancing baju, pena, rantai, medali, dan sebagainya dengan kadar emas yang berbeda-beda.

Ada pula yang sepuhan. Termasuk jenis kemungkaran dalam masalah ini adalah, hadiah yang diberikan pada sayembara-sayembara dan pertandingan-pertandingan, Misalnya, sepatu emas, jam tangan emas pria, dan sebagainya.

Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihat cincin emas di tangan seorang laki-laki, maka serta merta beliau mencopot lalu membuangnya. Kemudian beliau bersabda,

“Salah seorang dari kamu sengaja (pergi) ke bara api, kemudian memakainya (mengenakannya) di tangannya! ”Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pergi, kepada lelaki itu dikatakan,

“Ambillah cincinmu itu dan manfaatkanlah !” Ia menjawab, “Demi Allah, selamanya aku tidak akan mengambilnya, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah membuangnya.”( Hadits riwayat Muslim, 3/1655.)

RAMADHAN ADALAH SUATU PERSIMPANGAN

Oleh : md zainal mzd

Dalam sebuah hadis, Rasulullah ada bersabda:

“ Apabila masuknya Ramadhan maka berserulah para malaikat, “ Wahai pelaku-pelaku kebaikan, bergerak majulah dan wahai pelaku-pelaku kejahatan, berhentilah dan berundurlah.””

Sementara Ramadhan masih ada berbaki sedikit sangat lagi ini eloklah kita halusi intipati hadis Rasulullah seperti di atas. Kita sedia maklum bahawa Rasulullah tidak bersabda sia-sia melainkan dipandu oleh wahyu Allah dan para malaikat adalah makhluk Allah yang tidak pernah engkar akan suruhanNya.

Ramadhan sentiasa datang dan pergi setiap tahun tetapi bagaimanakah kita menyambut dan menyediakan diri secara mental dan fizikal setiap kali kedatangannya.

Maju dalam menghayati Ramadhan termasuk dalamnya tiga perkara:

1 Melakukan apa yang kita tidak lakukan sebelum ini ( sekadar beberapa contoh ):
Bukan satu perkara yang pelik kalau ada antara umat Islam tidak berpuasa atau hanya berpuasa tetapi tidak pernah solat apatah lagi solat terawih. Kalau itulah keadaan kita dahulu, marilah tahun ini kita mulakan berpuasa dan patuh kepada syarat-syaratnya. Di samping berpuasa marilah kita menunaikan solat waktu dan solat tarawih. Kalau malu untuk memulakan solat di kariah sendiri nanti orang tahu, moleklah kita pergi ke mesjid yang jauh sedikit dari rumah kita, Di sisi Allah dalam perkara-perkara begini tidak ada salahnya demi kebaikan.

Dalam menghayati Ramadhan terdahulu kita tidak pernah pun membaca Al Quran, maka kali ini marilah kita memulakan membaca Al Quran, kalau dulu hanya membaca tetapi kurang menitikberatkan atau mementingkan hukum-hakam tajwidnya (walaupun ianya adalah wajib), marilah kita mulakan perlahan-lahan berubah ke arah itu. Sesungguhnya kita tidak dimestikan khatam satu Al Quran kalau tidak mampu tetapi usaha ke arah itu mestilah sentiasa ada.

Di tahun yang lalu kita tidak pernah iktikaf awal dalam masjid, hanya masuk dan hadir di saat-saat akhir sebelum solat dan balik secepat mungkin sebaik sahaja memberi salam maka mulai sekarang marilah kita datang awal sedikit, lakukan solat sunat qabliah dan lewatkan sedikit waktu pulang dengan melakukan solat sunat bakdiah atau lain-lain, atau sekurang-kurangnya ambil sedikit masa untuk berdoa kerana sesungguhnya orang yang tidak berdoa kepadaNya adalah termasuk kumpulan orang yang sombong, lagipun masa yang diambil tidaklah lama.

Jika sebelum ini kita tidak pernah menginfakkan wang dan harta kita ke jalan kebaikan, maka pada tahun ini ikhlaskanlah diri untuk mula menyumbang walaupun sedikit. Kalau malu diketahui orang, di dalam masjid, di dalam akhbar, di merata-rata tempat ada ditampalkan rujukan nombor akaun tabungan yang memerlukan sumbangan, asalkan kita siasat dahulu kebenarannya, kemudian bolehlah kita mula menyumbang, sesungguhnya tangan kiri pun tidak perlu tahu apa yang diberikan oleh tangan kanan.

Dalam sebuah hadis yang lain, Rasulullah ada bersabda, ” Lakukan kebaikan, Allah tidak akan berhenti memberi pahala dan jangan melakukan dosa kerana Allah tidak pernah lupa dan sesungguhnya Allah tidak mati. Oleh itu buatlah apa yang kamu suka tetapi ingat, bagaimana kamu perbuat bagitulah kamu akan diperbuat, “ - Riwayat Baihaqi.

Jika kita tinggal dalam sebuah taman, mungkin sebelum ini kita tidak pernah ambil peduli siapa jiran kita, tetapi sebenarnya untuk menjaga ukhwah dan silaturrahim dan demi kebaikan eloklah kita mengetahui siapa jiran kita dan berbuat-baiklah dengan mereka selagi ianya tidak mendatangkan mudarat dan kesalahan dari segi syarak. Mungkin pada satu masa nanti kita memerlukan atau mereka memerlukan khidmat kita. Alangkah untungnya kalau kita boleh berbakti, sesungguhnya Allah tidak akan memberi rahmat kepada mereka yang tidak menghormati atau memuliakan jirannya.

2. Maju juga bermaksud menambah baik apa yang kita lakukan
Pada tahun yang lalu atau dua minggu yang lalu kita mengerjakan solat tarawih hanya lapan rakaat sahaja maka marilah mulai sekarang kita lengkapkan menjadi dua puluh rakaat serta cukupkan dengan solat witir tiga rakaat lagi. Kalau tak mampu secara berjemaah, buatlah sendirian di rumah. Ambillah peluang yang masih ada kerana belum pasti tahun hadapan kita masih hidup dan masih sihat untuk mengerjakannya. Sesungguhnya lagi banyak rakaat yang kita buat lagi banyak masa yang kita ambil untuk sujud dan Allah itu amat hampir kepada orang yang selalu sujud kepadaNya.

Disamping itu juga kita boleh menambahkan jumlah sumbangan kita ke jalan Allah seperti membantu sekolah-sekolah agama atau persekolahan dan keperluan anak-anak yatim. Untuk golongan kaya atau berada bolehlah membuat sumbangan tetap setiap bulan kepada institusi-institusi berkaitan.

Contoh seterusnya ialah kita mengambil peluang untuk lebih menggiatkan diri ke arah kebaikan terutama bidang keagamaan di dalam masyarakat setempat dan lain-lain lagi.

3. Istilah maju juga bermaksud mengekalkan apa yang kita lakukan dan ianya dilakukan secara berterusan dari semasa ke semasa.

Apa juga perkara kebaikan yang kita lakukan ia hendaklah dibuat secara berterusan dan tidak akan berhenti selepas sesuatu tempoh tertentu. Sebagai contohnya, adalah kurang bermakna kalau kita hanya pulun sembahyang sunat dalam bulan Ramadhan sedangkan selepas itu kita balik ke asal iaitu meninggalkannya langsung. Kita seharusnya meneruskan amalan yang baik ini sampai bila-bila.

Kita juga dianjurkan agama supaya jangan berhenti membuat sumbangan kebajikan kerana pendapatan kita lazimnya akan bertambah setiap tahun. Sediakanlah peruntukan walaupun tidak sebanyak yang kita sumbangkan dalam bulan Ramadhan.
- = -
Perkara kedua yang disebutkan dalam hadis berkaitan ialah seruan para malaikat supaya semua yang melakukan kesalahan-kesalahan atau perkara-perkara buruk supaya berhenti dan berundurlah.

Apabila datang Ramadhan, kita perlulah mengambil peluang ini untuk berhenti daripada melakukan perkara-perkara salah yang dilarang agama serta yang tidak sesuai dengannya.

Sebagai orang Islam sudah semestinya kita tidak akan melakukan dosa-dosa besar dan apa-apa yang boleh mendatangkan bala bencana atau merosakkan sistem masyarakat kita samaada secara langsung atau tidak langsung seperti mencuri, merompak, membunuh, menipu , berjudi, bergaduh, berkelahi, makan riba , berzina, menganiaya dan makan harta anak yatim, rasuah, melakukan penderaan, menghina orang lain, bekerja secara pilih kasih atau sebagainya. Sayugia diingatkan bila sudah berhenti dari melakukannya dalam bulan Ramadhan janganlah pula kita ulangi kesalahan yang sama selepas berakhirnya bulan yang mulia ini, nanti akan sia-sialah ibadat kita..

Disamping kesalahan-kesalahan di atas, mari kita renungkan sejenak beberapa perkara sampingan yang boleh juga dikategorikan termasuk dalam seruan para malaikat tersebut.

Kadangkalanya setengah perkara itu dianggap kecil dan remeh tetapi kesannya adalah cukup besar sebenarnya.

1. Tidak menghormati orang yang lebih tua atau menyisihkan ibubapa.
Semua orang Islam perlu menghormati orang yang lebih tua terutama ibubapa samaada mereka sihat dan cukup di segi keperluan hidup seperti wang dan sebagainya apatah lagi kalau mereka dalam keadaan sakit dan memerlukan bantuan. Dalam banyak keadaan, ibubapa tidak memerlukan wang ringgit dan harta anak-anaknya tetapi belaian dan keperihatinan dari anak-anak, itulah yang lebih utama.

Rasulullah ada bersabda bahawa “ Tidak akan dirahmati Allah sesiapa yang tidak mengambil berat terhadap kedua ibubapanya. “ Kewajipan menghormati ibubapa ini tidak sahaja meliputi ibubapa yang beragama Islam tetapi juga meliputi ibubapa yang masih kekal dalam agama asal mereka cuma ada batas-batasnya yang tertentu.

2. Ketidakadilan layanan dalam keluarga.
Dalam institusi berkeluarga, ada keluarga yang besar dan ada keluarga yang kecil. Dalam keluarga yang besar, kadang-kadang secara tidak sedar terdapat ketidakadilan berlaku, terdapat perbezaan kasih sayang dan layanan kepada anak-anak. Keadaan ini boleh menyebabkan timbul rasa cemburu dan kecil hati yang boleh merenggangkan hubungan antara satu sama lain.

Sebagai ketua keluarga samaada ibu atau bapa, kita perlu selalu muhasabah diri supaya perkara sebegini tidak berlaku atau tidak dibiarkan berpanjangan. Setiap keluarga seharusnya tinggal dalam suasana yang harmoni sepanjang masa.

3. Berbelanja secara membazir.
Ketika Ramadhan akan berakhir dan Syawal pula akan menjelang tidak lama lagi ramai daripada kita akan berbelanja, tetapi adakalanya kita terlupa atau terlalai bahawa sebahagian daripada perbelanjaan yang dilakukan adalah tidak perlu dan membazir.

Sebagai contohnya, kita menukar perabut, alat hiasan rumah atau kereta walhal yang lama masih baru dan elok semata-mata kerana kita terpedaya dengan tawaran atau pujukan jurujual sementelahan kita ada wang. Kadang-kadang kita juga melakukannya kerana ingin dilihat lebih dan ingin berlumba-lumba bersaing dengan jiran dan rakan sedangkan kita perlu sedar bersaing sebegini dilarang oleh agama. Sia-sialah ibadat puasa dan pengorbanan sepanjang Ramadhan yang kita lakukan jika ada riak dan sombong walaupun sedikit dalam hati kita. Oleh itu berbelanjalah atas perkara-perkara yang benar-benar perlu sahaja.

4. Melakukan perkara baik tetapi masanya tidak sesuai
Adalah dituntut berhariraya dengan pakaian yang cantik antaranya untuk megelakkan fitnah dan rasa rendah diri antara ahli keluarga dan sesama jiran tetangga. Walaupun begitu ada masanya kita membeli belah pada masa yang tidak sesuai. Kita tidak sepatutnya masih berada di pasar raya atau atas jalan raya sedangkan pada waktu yang sama umat Islam yang lain sedang mengimarahkan masjid dan surau dengan solat tarawih dan lain-lain yang dituntut oleh agama. Jika masih ada keperluan eloklah diselesaikan waktu sianghari sahaja.

Di samping perkara-perkara di atas, banyak lagi yang boleh dijadikan landasan untuk sama-sama bermuhasabah siapakah diri kita. Oleh itu marilah kita segera berusaha melakukan yang terbaik sementara kita masih lagi hidup dan mempunyai kekuatan, kelebihan dan keupayaan dari segi tenaga dan lain-lain, semoga kita akan mendapat keberkatan bukan sahaja di dunia lebih-lebih lagi untuk kehidupan kita di akhirat nanti .

Jadikanlah Ramadhan tahun ini sebagai sebuah simpang dalam menentukan arah dan halatuju kehidupan kita seterusnya.

Sedihnya, Ya Allah! mengapa cepat sangat Ramadhan nak meninggalkan kami.

Sunday, August 29, 2010

30 Tips Menjadi Suami Mithali Idaman Isteri

http://www.daito.ac.jp/gakubu/kokusai/language/indonesian/images/chapter4-1.gif

SEBAGAI lelaki, pernahkah terfikir untuk menjadikan diri sebagai orang
dikagumi? Bukan saja memiliki perawakan menarik tetapi hadir dalam
satu pakej yang penuh kesempurnaan sehingga menjadi teladan kepada
semua - disayangi isteri, dihormati anak-anak, disanjung keluarga dan
sekali gus berjaya dalam kehidupan dunia akhirat?

SEBAGAI lelaki, pernahkah terfikir untuk menjadikan diri sebagai orang
dikagumi? Bukan saja memiliki perawakan menarik tetapi hadir dalam
satu pakej yang penuh kesempurnaan sehingga menjadi teladan kepada
semua - disayangi isteri, dihormati anak-anak, disanjung keluarga dan
sekali gus berjaya dalam kehidupan dunia akhirat?

Kalaulah anda belum berpunya, pasti ramai yang bakal menjadi
pemujanya. Namun berusahalah menjadi lelaki yang sempurna dan cuba
memenuhi apa yang diinginkan wanita. Jika anda mengidam mendapat
pasangan yang memenuhi segalanya, tidak salah sekiranya mencuba untuk
menjadi lelaki yang sesempurna mungkin.

Berikut adalah petua bagaimana hendak memenuhi aspirasi berkenaan dan
anda mungkin mampu memenuhinya jika piawaian yang anda ada menepati
apa yang dicari golongan hawa.

Pastinya jika ciri itu ada pada diri anda, tentunya anda lelaki paling
bahagia di dunia ini kerana mampu memenuhi kehendak masyarakat, agama
dan meletakkan kesempurnaan diri pada tahap yang sewajarnya.

Marilah kita selidiki kalau ciri-ciri atau petua yang dititipkan ini
ada pada diri anda atau sememangnya ia sifat semula jadi anda. Tentu
anda bakal diburu oleh wanita mendambakan lelaki seperti dimaksudkan.

1. Pasang niat dan berdoa untuk menjadi suami terbaik. Tanpa berniat
dan berdoa anda tidak mungkin jadi suami yang cemerlang. Ramai suami
terlupa mengenai hal ini.

2. Jika sudah mendirikan rumah tangga, bersyukur kerana mempunyai
pasangan. Yakinlah isteri anda pasangan terbaik yang Tuhan tentukan
untuk anda. Ketentuan Tuhan adalah yang terbaik.

3. Suami ‘mithali’ menjadi kebanggaan isteri. Pastikan anda membentuk
sifat positif dan istimewa.. Cuba tanya diri apakah sifat atau amalan
yang boleh dibanggakan isteri anda.

4. Pastikan anda ada masa untuk berbual dengan isteri setiap hari.
Semua isteri bahagia apabila dapat berbual dengan suami. Berapa minit
yang anda luangkan untuk berbual dengan isteri setiap hari?

5. Setiap hari pulang dengan senyum dan bersemangat. Apabila suami
tersenyum, isteri dan anak-anak akan bahagia dan rahmat Tuhan akan
turun. Senyumlah apabila sampai ke rumah.

6. Pastikan anda bergurau senda dengan isteri di dalam kenderaan
semasa dalam perjalanan ke tempat kerja ataupun ke mana sahaja. Ramai
suami membazir masa dengan membisu semasa di dalam kenderaan.

7. Telefon isteri ataupun hantar SMS sekadar untuk menyatakan yang
anda sayang ataupun rindu pada isteri. Isteri anda akan berasa seronok
dan bahagia apabila mendapat panggilan ataupun mesej tersebut.

8. Hiburkan hati isteri anda dengan bercerita, buat lawak atau gurauan
yang mesra. Setiap gurauan mengubat hati isteri dan mengeratkan
hubungan suami isteri.

9. Amalkan makan bersama setiap hari. Berbual mesra dan nasihat
menasihati semasa makan. Amalan ini akan menarik hidayat Tuhan dan
mengeratkan hubungan. Elakkan berbual perkara yang melalaikan semasa
makan.

10. Ajak isteri mandi bersama sekali sekala. Bergurau senda semasa
mandi bersama adalah sunnah yang dapat mengeratkan hubungan suami
isteri.

11. Bantu isteri melakukan kerja rumah. Ini adalah sunnah yang dapat
meringankan beban isteri, mengeratkan kasih sayang dan membahagiakan
pasangan anda.

12. Amalkan mesyuarat keluarga sekerap mungkin. Amalan bermesyuarat
menarik hidayat Tuhan, mengeratkan hubungan dan menyelesaikan banyak
masalah.

13. Pastikan penampilan anda anggun, kemas, bersih, wangi, sihat dan
ceria. Ramai suami inginkan isteri yang mengancam, tetapi mengabaikan
penampilan diri sendiri. Mana adil ?

14. Didik isteri dengan memberi nasihat dan peringatan secara hikmah.
Jadikan tindakan dan amalan anda sebagai contoh teladan yang
cemerlang. Elakan cakap tak serupa bikin.

15. Berikan nafkah kepada isteri mengikut keperluan keluarga dan
kemampuan suami. Ramai suami mengabaikan nafkah kerana isteri bekerja.
Ramai suami yang kedekut dan berkira. Ini menyebabkan isteri derita
dan rumah tangga terancam.

16. Jadikan penawar hati kepada isteri. Ambil berat keperluan,
kemahuan dan peka kepada emosi dan situasi isteri. Isteri yang bahagia
membentuk keluarga sejahtera.

17. Sentiasa taat kepada semua perintah Tuhan dan memastikan keluarga
juga patuh kepada Tuhan.

18. Suami mithali sentiasa menyimpan rahsia isteri. Ramai suami secara
sengaja ataupun tidak sengaja menceritakan keburukan isteri kepada
orang lain. Ini wajib dihentikan.

19. Muliakan keluarga isteri seperti keluarga sendiri. Ada suami yang
membeza-bezakan antara keluarganya dan keluarga isteri. Ada suami
memusuhi keluarga isteri. Anda bagaimana?

20. Bentuk sifat cemburu yang positif. Cemburu tanda beriman, sayang
dan endah. Suami yang tidak cemburu adalah dayus. Isteri amat suka
apabila suaminya ada sifat cemburu. Dia rasa dihargai.

21. Jadilah suami yang pemaaf. Syurga isteri di bawah tapak kaki
suami. Maafkanlah isteri setiap malam sebelum tidur supaya rumah
tangga bahagia dan isteri mudah masuk syurga.

22. Tegur kesilapan isteri dengan hikmah dan kasih sayang. Isteri
merajuk bukan sebab ditegur tetapi cara ditegur yang kasar. Apabila
suami kasar, isteri jadi takut, bingung, hiba dan memberontak.

23. Gunakan Nabi Muhammad s.a.w sebagai ‘role model’. Hidupkan amalan
sunnah dalam rumah tangga. Sebut nama rasul apabila mendidik dan
menasihati keluarga bagi mendapat hikmah.

24. Mendahulukan keperluan isteri daripada orang lain.. Ini adalah
tertib memberi khidmat. Ramai suami yang melebihkan orang lain
daripada isterinya. Elakan kesilapan ini.

25. Suruh isteri dirikan sembahyang dan ibadah lain. Apabila
berjauhan, telefon atau SMS bagi mengingatkan sembahyang. Wasiatkan
isteri untuk sembahyang fardu dan sunat. Buat pesanan ini sehingga
suami meninggal dunia.

26. Cintai isteri sepenuh hati. Cintai tanpa syarat, bertambah
mengikut usia, penuh kemaafan, memberi tenaga, tidak pernah sengsara
serta berteraskan iman dan takwa.

27. Sentiasa berubah secara positif. Sebelum cuba ubah isteri dan
keluarga, ubah diri dulu. Apabila suami berubah, keluarga akan turut
berubah. Apabila suami cemerlang, isteri akan gemilang.

28. Pamer keprihatinan yang tinggi terhadap keluarga. Ramai suami
tidak ambil kisah dengan keluarga mereka.Cuba tanya apa lagi khidmat
tambahan yang patut diberikan kepada keluarga.

29. Pamer kematangan yang tinggi. Orang yang matang tenang, sabar,
waras, bijaksana, dapat membuat keputusan dan cekap menyelesaikan
masalah.

30. Memuliakan semua perempuan bukan sekadar isterinya. Ramai lelaki
cuba hormat wanita tertentu sahaja. Ramai isteri yang kecewa terhadap
suami yang menghina atau tidak hormat sebarang wanita termasuk
pembantu rumah.

Mengadu Domba

NAMIMAH (MENGADU DOMBA)

Mengadukan ucapan seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak adalah salah satu faktor yang menyebabkan terputusnya ikatan dan yang menyulut api kebencian serta permusuhan antar sesama manusia.

Allah mencela pelaku perbuatan tersebut dalam firmanNya, “Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah.” (Al-Qalam: 10-11).

Dalam sebuah hadits marfu’ yang diriwayatkan Hudzaifah, disebutkan,

لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَتَّاتٌ.

“Tidak akan masuk Surga al-qattat (tukang adu domba).”( Hadits riwayat Al-Bukhari, lihat Fathul Bari, 10/472. Dalam An-Nihayah karya Ibnu Atsir, 4/11 disebutkan:” …Al-Qattat adalah orang yang menguping (mencuri dengar pembicaraan), tanpa sepengetahuan mereka, lalu ia membawa pembicaraan tersebut kepada yang lain dengan tujuan mengadu domba.)

Ibnu Abbas meriwayatkan,

مَرَّ النَّبِيُّ بِحَائِطٍ مِنْ حِيْطَانِ الْمَدِيْنَةِ فَسَمِعَ صَوْتَ إِنْسَانَيْنِ يُعَذَّبَانِ فِيْ قُبُوْرِهِمَا فَقَالَ النَّبِيُّ n: يُعَذَّبَانِ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِيْ كَبِيْرٍ -ثُمَّ قَالَ- بَلَى [وَفِيْ رِوَايَةٍ: وَإِنَّهُ لَكَبِيْرٌ] كَانَ أَحَدُهُمَا لاَ يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ، وَكَانَ اْلآخَرُ يَمْشِي بِالنَّمِيْمَةِ.
“(Suatu hari) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melewati sebuah kebun di antara kebun-kebun di Madinah. Tiba-tiba beliau mendengar dua orang sedang disiksa di dalam kuburnya, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda, “Keduanya disiksa, padahal tidak karena masalah yang besar (dalam anggapan keduanya) -lalu bersabda- benar (dalam sebuah riwayat disebutkan, “Padahal sesungguhnya ia adalah persoalan besar.”). Salah seorang di antaranya tidak meletakkan sesuatu untuk melindungi diri dari percikan kencingnya dan seorang lagi (karena) suka mengadu domba.”( Hadits riwayat Al-Bukhari, lihat Fathul Bari, 1/317.)

Di antara bentuk namimah yang paling buruk adalah hasutan yang dilakukan seorang lelaki tentang istrinya atau sebaliknya, dengan maksud untuk merusak hubungan suami istri tersebut. Demikian juga adu domba yang dilakukan sebagian karyawan kepada teman karyawannya yang lain. Misalnya dengan mengadukan ucapan-ucapan kawan tersebut kepada direktur atau atasan dengan tujuan untuk memfitnah dan merugikan karyawan tersebut. Semua hal ini hukumnya haram.

Saturday, August 28, 2010

Tuduhan zina terhadap perempuan yang suci

oleh : Said Abdul Aziz al-Jandul

Tuduhan zina terhadap perempuan suci artinya melontarkan tuduhan terhadap perempuan-perempuan muslimah yang selalu menjaga kehormatannya, mencemarkan nama baik mereka tanpa bukti yang sah, karena tuduhan tersebut menimbulkan berbagai pengaruh buruk terhadap individu ataupun masyarakat dan membuat mereka ragu terhadap perempuan-perempuan terhormat serta menimbulkan rasa sakit yang merobek-robek hati sebagai hukuman terhadap penuduh yang hampir sama dengan hukuman zina. Hal itu secara tegas dinyatakan di dalam firman Allah Subhaanahu Wata'ala:

وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلَا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (4) إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَأَصْلَحُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Dan orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan yang baik-baik berbuat zina dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik. Kecuali orang-orang yang bertobat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (An-Nur: 4-5).

Dari dua ayat di atas tampak sekali beratnya hukuman tuduhan perbuatan zina dan apabila tuduhan itu tidak terbukti, maka penuduh dapat hukuman berikut ini:

Hukuman fisik, yaitu dera delapan puluh kali dera.

Hukuman religi, yaitu dicap sebagai orang yang sangat kurang imannya dan dicap sebagai orang fasik sebagai imbalan atas kedustaan dan kebohongannya.

Hukuman moral, yaitu kewibawaannnya di tengah-tengah masyarakat dicabut dan kesaksiannya ditolak, hingga ia benar-benar telah bertobat kepada Allah dan merehabilitasi nama baik perempuan-perempuan yang telah ia tuduh. Jika ia telah melakukan itu semua, maka hukuman yang ketiga dicabut.

Tuduhan itu tidak benar menurut ukuran Syari’at Islam kecuali bila ada empat orang saksi yang semuanya memberikan kesaksiaan yang pasti bahwasanya mereka benar-benar melihat hubungan seks yang dilakukan oleh tertuduh. Jika kesaksian seperti itu terpenuhi, (maka tuduhan berarti benar), jika tidak, maka hukuman dilakukan terhadap penuduh demi terpeliharanya kehormatan dan nama baik dari pelecehan dan pencemaran serta mencegah adanya rasa ragu dan keprihatinan dari masyarakat.

Perang Badar inspirasi umat Islam di bulan Ramadan

Zaini Hashimi

Tazkirah Ramadan Setelah penghijrahan baginda Nabi s.a.w ke Madinah, permusuhan kaum kafir Quraish terhadap umat Islam masih belum reda.

Penyiksaan dan gangguan mereka kepada kaum muslimin yang masih berada di Mekah dan tidak dapat keluar dari kota itu semakin menjadi-jadi.

Pada sudut yang lain pula harta benda yang ditinggalkan oleh mereka yang telah berhijrah ke Madinah dirampas oleh Quraish.

Hal inilah yang menjadi dasar bagi baginda Rasulullah s.a.w untuk menyekat kafilah dagang Quraish yang melintas dekat Madinah dalam perjalanan perniagaan menuju Syam atau dari Syam menuju Mekah.

Tahun kedua hijrah, Rasulullah s.a.w bersama 313 sahabatnya bergerak menuju Badar untuk menyekat kafilah Quraish yang membawa harta berlimpah hasil dari perniagaan di Syam.

Setelah mendengar berita itu, Abu Sufyan, yang memimpin kafilah ini, mengirimkan utusannya ke Mekah untuk meminta bantuan tentara Quraish dalam menghadapi ancaman ini.

Bagi Quraish, sekatan kafilahnya oleh kaum muslimin tidak bererti kerugian harta tetapi apa yang paling penting baginya ialah kehormatan suku besar di Mekah ini.

Untuk itu, Abu Jahl yang merupakan salah seorang bangsawan terkemuka Quraish bersama seribu orang lengkap dengan peralatan perang meninggalkan kota Mekah dan bergerak menuju Badr.

Sementara kafilah pimpinan Abu Sufyan dengan melintasi jalan alternatif berjaya meloloskan dari sekatan kaum muslimin.

Abu Sufyan mengirimkan utusannya untuk meminta Abu Jahl kembali ke Mekah kerana baginya dia telah berjaya melepaskan diri daripada sekatan bahaya itu.

Namun pesanan itu ditolak oleh Abu Jahl beliau segera bersiap untuk berperang bagi menghadapi pasukan Islam Madinah.

Di Badar, pasukan muslimin yang dipimpin oleh Rasulullah s.a.w telah bersiap siaga sepenuhnya. Pasukan kecil berjumlah 313 orang dan peralatan yang ala kadarnya, siap menghadapi seribu orang di barisan Quraish yang lengkap bersenjata.

Namun keimanan yang dimiliki oleh umat Islam menjadi sandaran dan pendorong mereka untuk tegar dan siap menanti kematian di jalan Allah yang basalannya adalah syurga.

Tepat pada tarikh 17 Ramadan tahun kedua hijrah, perang di Badar berkecamuk setelah dimulai dengan konfrantasi iaitu satu lawan satu antara tiga pihak dari dua barisan perang.

Satu demi satu wakil musuh terkorban. Darah bersimbah di sana sini. Tak lama, berita tersebar bahwa Abu Jahl yang pernah disebut Rasulullah sebagai Firaun di tengah umat ini tewas di tangan pasukan muslimin.

Dengan terbunuhnya Abu Jahl dan beberapa pemuka Quraish di medan perang Badar menjadi pukulan hebat bagi pasukan Mekah yang akhirnya memilih untuk melarikan diri.

Dalam perang Badar, pasukan Quraish menderita kerugian tujuh puluh tewas dan tujuh puluh yang lain menjadi tawanan.

Sementara barang rampasan perang yang ditinggalkan bukanlah jumlah yang sedikit, dianggarkan sebanyak 150 unta, sepuluh kuda, sejumlah kulit dan kain, serta peralatan perang ditinggalkan oleh pasukan Mekah yang lari tunggang langgang menyelamatkan diri.

Suasana pada malam tercetusnya perang di Badar

Malam itu terjadi beberapa keajaiban, perasaan takut dan tertekan yang ada pada kaum Muslimin tiba-tiba hilang, pasukan Islam menikmati malam itu dengan senang dan tenang, dan akhirnya tertidur dengan puas.

Hujan pun turun, membasahi pasir padang Badar sehingga menjadi padat dan lembut apabila dipijak (pasir dalam keadaan kering, seperti pasir pantai, membuat susah berjalan). Inilah seperti yang dijanjikan Allah dalam Al Anfaal (surat kedelapan) ayat 8:

"(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu ketenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepada kamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki (mu)."

Subuh hari, Abu Bakar "menganggu" ibadah Rasul karena kafir Quraish sudah semakin hampir mendekati umat Islam.

Pasukan Islam dengan segera membuat persiapan, ketika pasukan kafir Quraish sudah kelihatan jelas oleh Rasul, Rasul memanjatkan doa, "Ya Allah! Kaum kafir Quraish yang enggan untuk menyembahMu dan mendustai utusanMu sudah berada di sini. Ya Allah, kami menunggu dan megharapkan daripadaMu kemenangan yang Engkau janjikan kepadaku dan sahabat-sahabatku. Kami memohon kepadaMu, ya Allah, untuk mengalahkan mereka."

Rasulullah minta pendapat sahabat sebelum berangkat ke Badar

Sebaliknya pihak Muslimin, yang sudah kehilangan kesempatan mendapatkan harta rampasan, sudah sepakat akan bertahan terhadap musuh bila diserang.

Oleh karena itu merekapun segera berangkat ke tempat mata air di Badar itu, dan perjalanan ini lebih mudah lagi karena waktu itu hujan turun.

Setelah mereka sudah mendekati mata air, Rasulullah berhenti. Ada seseorang yang bernama Hubab bin Munzir bin Jamuh, orang yang paling mengetahui atau disifatkan sebagai seorang pakar tentang mengenal tempat itu, setelah melihat Nabi turun di tempat tersebut, dia bertanya: "Rasulullah, bagaimana pendapat tuan untuk berhenti di tempat ini? Kalau ini sudah wahyu Tuhan, kita takkan maju atau mundur setapakpun dari tempat ini. Ataukah ini sekadar pendapat tuan sendiri, suatu taktik perang belaka?"

"Sekadar pendapat saya dan sebagai taktik perang," jawab Rasulullah.

"Rasulullah," katanya lagi. "Kalau begitu, tidak tepat kita berhenti di tempat ini. Mari kita pindah sampai ke tempat mata air terdekat yang tahu tempat itu dengan penuh yakin, lalu telaga-telaga kering yang di belakang itu kita timbun setelah diambil airnya. Selanjutnya kita membuat kolam, kita isi sepenuhnya. Barulah kita hadapi mereka berperang. Kita akan mendapat air minum, mereka tidak."

Melihat saran Hubab yang begitu tepat itu, Nabi Muhammad dan rombongannya segera pula bersiap-siap dan mengikut pendapat temannya itu, sambil mengatakan kepada sahabat-sahabatnya bahawa dia juga manusia seperti mereka, dan bahawa sesuatu pendapat itu dapat dimusyawarahkan bersama-sama dan dia tidak akan menggunakan pendapat sendiri di luar mereka. Dia perlu sekali mendapat konsultasi yang baik dari sesama mereka sendiri.

Selesai kolam itu dibuat, Sa'd b. Mu'az memberikan usulnya: "Rasulullah," katanya, "kami akan membuatkan sebuah dangau buat tempat Tuan tinggal, kenderaan Tuan kami sediakan. Kemudian biarlah kami yang menghadapi musuh. Kalau Tuhan memberi kemenangan kepada kita atas musuh kita, itulah yang kita harapkan.

"Tetapi kalau pun sebaliknya yang terjadi; dengan kenderaan itu Tuan dapat menyusul teman-teman yang ada di belakang kita. Rasulullah, masih banyak sahabat-sahabat kita yang tinggal di belakang, dan cinta mereka kepada tuan tidak kurang dari cinta kami ini kepada tuan.

"Sekiranya mereka dapat menduga bahawa tuan akan dihadapkan pada perang, nescaya mereka tidak akan berpisah dari tuan. Bagi mereka Tuhan menjaga tuan. Mereka benar-benar ikhlas kepada tuan, berjuang bersama tuan."

Nabi Muhammad s.a.w sangat menghargai dan menerima baik saranan Sa'd itu. Sebuah dangau buat Nabi lalu dibangunkan. Jadi bila nanti kemenangan bukan di tangan Muslimin, ia takkan jatuh ke tangan musuh, dan masih akan dapat bergabung dengan sahabat-sahabatnya di Yathrib.

Di sini orang perlu berhenti sejenak dengan penuh kekaguman, kagum melihat kesetiaan Muslimin yang begitu dalam, rasa kecintaan mereka yang begitu besar kepada Rasulullah, serta dengan kepercayaan penuh kepada ajarannya.

Semua mereka mengetahui, bahawa kekuatan Quraish jauh lebih besar dari kekuatan mereka, jumlahnya tiga lipat ganda banyaknya. Tetapi, sungguhpun begitu, mereka sanggup menghadapi, mereka sanggup melawan.

Dan mereka inilah yang sudah kehilangan kesempatan mendapatkan harta rampasan. Tetapi sungguhpun begitu karena bukan pengaruh kebendaan itu yang mendorong mereka bertempur, mereka selalu siap disamping Nabi, memberikan dukungan, memberikan kekuatan.

Dan mereka inilah yang juga sangsi, antara harapan akan menang, dan kecemasan akan kalah. Tetapi, sungguhpun begitu, fikiran mereka selalu hendak melindungi Nabi, hendak menyelamatkannya dari tangan musuh. Mereka menyiapkan jalan baginya untuk menghubungi orang-orang yang masih tinggal di Medinah.

Suasana yang bagaimana lagi yang lebih patut dikagumi daripada ini? Iman mana lagi yang lebih menjamin akan memberikan kemenangan seperti iman yang ada ini?

Menentukan nasib 70 orang tawanan

Baginda Rasulullah s.a.w mencari kesempatan dan ruang ada untuk bertemu dua sahabat terdekatnya bagi meminta pandangan mereka berdua berhubung isu tawanan.

Abu Bakar menyatakan bahawa setiap seorang daripada mereka mengajar sepuluh anak orang Islam dalam pelbagai bidang ilmu pengetahuan, agar kesemua mereka hingga berjumlah 700 anak orang-orang Islam menjadi pandai dan celik ilmu, inilah juga pandangan peribadi Rasulullah s.a.w.

Walau bagaimanapun, Omar tidak bersetuju dengan pandangan itu, beliau mencadangkan agar setiap mereka itu dibunuh sahaja, kerana merekalah penyebab kepada masalah syirik dan penentangan terhadap ajaran-ajaran baginda Rasulullah kalau masih mahu mereka terus hidup.

Rasulullah tidak dapat berkata apa-apa terhadap dua pandangan yang sama sekali bercanggah antara satu sama lain, namun pada malam itu baginda menerima turunnya wahyu Ilahi agar kesemua tawanan itu dihapuskan dari muka bumi ini, kisah itu dirakan menerusi ayat 67 surah al-Anfal : "Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai (menyimpan) tawanan sebelim ia dapat melumpuhkan musushnya di muka bumi. Kamu mengharapkan harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat untukmu. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."

Keesokan harinya, baginda bertemu semula dengan dua orang sahabat karibnya bagi menyatakan ketegasan Allah mengenai masalah tawanan, sambil baginda menyifatkan sikap Abu Bakr seperti Nabi Nuh dan Isa dan menyifatkan sikap Omar seperti Nabi Ibrahim dan Musa yang sentiasa tegas dalam segenap tandak-tanduknya.

Akhirnya baginda Rasulullah s.a.w menyatakan arahan Allah supaya kesemua tawanan itu perlu dihapuskan daripada muaka bumi ini dengan segera sebelum berbagai-bagai tindakan lain muncul bagi melemahkan Islam dan umatnya.

Mengapa perang ini begitu istimewa?

Pertama, karena Perang ini Rasulullah beserta pasukannya mengalami kemenangan meskipun hanya berjumlah 313 orang sahabat (terdiri dari 82 Muhajirin, 61 dari suku Aus dan 170 dari suku Kharaj) serta pasukan kaum muslimin hanya memiliki dua ekor kuda dan 70 ekor unta, bahkan satu ekor dinaiki sampai dua tiga orang.

Kedua, baginda mengadakan mesyuarat terlebih dahulu sebelum berangkat ke Badr, sesungguhnya tindakan baginda itu tidak sedikitpun mengurangkan kedudukannya sebagai seorang pemimpin tertinggi umat Islam dan perkara bagi menentukan nasib para tawanan yang berjumlah seramai 70 orang, baginda meminta pandangan dua orang sahabatnya yang terdekat iaitu Saidina Abu Bakr dan Saidina Omar Bin al-Khattab untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Ketiga, peranan doa yang diajarkan oleh baginda menjadi teras dan pemangkin sebelum sesuatu tindakan dibuat, ia bertujuan untuk mendapatkan keredaan dan restu Allah.

Keempat, walaupun menghadapi suasana getir dalam peperangan, ia sedikitpun tidak mengalang umat Islam daripada terus berpuasa, apatah lagi ia merupakan arahan Rasulullah dan pelengkap kepada rukun Islam yang lima.

Kelima, jumlah yang sedikit bukan ukuran untuk mudah dikalahkan, yang penting kesungguhan, keutuhan jati diri, kerjasama dan perancangan yang hebat menjadi penentu kepada sesuatu kejayaan.

Keenam, kepatuhan kepada arahan pimpinan yang tidak berbelah bagi dalam perkara yang tidak menyanggah agama, menjadi faktor utama keberhasilan mendapatkan kejayaan.

Ketujuh, mengetahui sumber peralatan perang pihak musuh seperti pengetahuan Nabi terhadap bilangan unta yang dimiliki tentera Quraish boleh membantu melancarkan strategi peperangan.

Kelapan, menghantar wakil bertemu pihak musuh dari kalangan individu yang hebat seperti Saidina Hamzah, Saidina Ali boleh menggerunkan pihak musuh, kerana mereka beranggapan bahawa pihak umat Islam memiliki pasukan perang terkuat yang sukar dikalahkan.

Kesembilan, menghalakan niat dan matlamat perang menghadapi musuh adalah kerana Allah dan meninggikan syiar-syiar agama-Nya, bukan atas tujuan meraih harta dan habuan dunia yang melalaikan.

Kesepuluh, cara berfikir yang bernas patut dilontarkan ketika mengadakan sesuatu perbincangan untuk mencari jalan penyelesaian seperti yang dilakukan oleh Abu Bakr dan Omar bagi menyelesaikan isu tawanan perang. Kesebelas, sebagai seorang Nabi, baginda tidak sedkitpun rasa malu untuk menerima pandangan dari sahabatnya yang bukan bertaraf Nabi atau Rasul dalam isu-isu tertentu bagi mencari jalan penyelesaiannya.

Keduabelas, sesungguhnya banyak pengajaran positif yang perlu diambil kira oleh setiap individu muslim yang cintakan agamanya ke arah satu tahap kekuatan dalam pelbagai aktiviti harian hidup mereka.

Kesaksian Palsu (Dusta)

oleh : Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munajjid

41. KESAKSIAN PALSU (DUSTA)

Allah berfirman, “Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta, dengan ikhlas kepada Allah, tidak menyekutukan sesuatu dengan Dia.” (Al-Hajj: 30-31).

Diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Abi Bakrah radhiallahu ‘anhu, dari ayahnya, ia berkata, “Kami sedang berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu beliau bersabda,

أَلاَ أُنَبِّؤُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ [ثَلاَثًا]؟ اْلإِشْرَاكُ بِاللهِ وَعُقُوْقُ الْوَالِدَيْنِ، -وَجَلَسَ وَكَانَ مُتَّكِئًا- فَقَالَ: أَلاَ وَقَوْلُ الزُّوْرِ، قَالَ: فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى قُلْنَا: لَيْتَهُ سَكَتَ.

“Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang tiga dosa besar yang terbesar? (tiga kali), yaitu menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua.” (ketika itu beliau bersandar, kemudian beliau duduk dan berkata), “Ketahuilah, dan perkataan dusta.” Ia berkata, “Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masih terus mengulang-ulangnya sehingga kami berkata, ”Mudah-mudahan beliau diam.”( Hadits riwayat Al-Bukhari, lihat Fathul Bari, 5/261.)

Berulang-ulangnya peringatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang kesaksian palsu tersebut karena banyak orang yang meremehkannya. Di samping banyak faktor yang mengakibatkan kesaksian palsu, misalnya karena permusuhan, dengki dan sebagainya. Juga karena kesaksian palsu mengakibatkan berbagai bentuk kerusakan di muka bumi. Berapa banyak orang yang kehilangan hak-haknya karena kesaksian palsu, berapa banyak pula penganiayaan menimpa orang-orang yang tak berdosa disebabkan kesaksian palsu atau seseorang mendapatkan sesuatu yang bukan haknya atau dinisbatkan kepada nasab yang bukan nasabnya. Semua itu disebabkan oleh kesaksian palsu.

Termasuk menganggap enteng masalah ini adalah apa yang dilakukan oleh sebagian orang di pengadilan dengan mengatakan kepada seseorang yang ia temui “Jadilah saksi untukku, nanti aku akan menjadi saksi untukmu.” Maka laki-laki itupun memberikan kesaksian atas perkara yang tidak diketahuinya. Misalnya, memberi kesaksian tentang pemilikan tanah, rumah atau keterangan bersih diri. Padahal dia tidak pernah bertemu orang tersebut kecuali di pintu pengadilan atau di koridor/ruang lobi. Ini adalah satu kedustaan. Seharusnya, semua bentuk kesaksian itu adalah sebagaimana disebutkan dalam firman Allah, “Dan kami hanya menyaksikan apa yang kami ketahui” (Yusuf: 81)

Friday, August 27, 2010

Surah Yang Elok Diamalkan Setiap Hari

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSXXN1fbvksGFY8vrr9F4hdb8P34PGA41kNEkpucdoGZ2KDaqVzk0pqLLDkgKkG2OSiljHFFgGb7hS1_5jbBo5egp2W_ja8LYlQ9liFKKr-G-JoqG4iyWH02baGmIkQkdcQlTMxDBmgVzQ/s400/berdoa%5B1%5D.jpg


1. SURAH AL-FATIHAH

Amalkan membaca Surah Al-Fatihah semasa hendak tidur diikuti dengan membaca Surah Al-Ikhlas 3 kali, Surah Al-Falaq dan Surah An-Nas. Insya' Allah akan aman tenteram dan terjauh daripada gangguan syaitan. Dianjurkan juga membaca surah ini sebanyak 44 kali untuk mengubati sakit mata, perut, gigi dan lain-lainnya dengan izin Allah s.w.t. Untuk mencegah kemarahan Allah, bacalah surah ini sebanyak 17 kali sehari iaitu dengan mengerjakan solat 5 waktu.

2. SURAH YAASIN

Telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
"Sesungguhnya bagi setiap sesuatu itu ada hati, dan hati Al-Qur'an ialah Surah Yaasin iaitu jantung Al-Qur'an. Sesiapa yang membaca Surah Yaasin, nescaya dituliskan oleh Allah pahala menyamai sepuluh kali membaca Al-Qur'an seluruhnya."
(Hadis riwayat At-Tarmizi dari Anas r.a.)

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga bersabda:

"Surah Yaasin dinamakan di dalam kitab Taurat dengan sebutan "At-Mu'ammah" (yang umum), yang mengumumkan pembacanya dengan kebaikan dunia dan akhirat, menanggung segala bala baik dari kesusahan di dunia mahupun akhirat. Pembaca juga akan dilindungi dari setiap keburukan dan kejahatan serta segala hajat dan kemahuan akan Allah kabulkan. Jika dibaca dalam satu malam semata-mata mengharapkan keredhaan Allah, nescaya Allah akan mengampunkan dosanya."
(Hadis riwayat Malik, Ibnu-Sunni dan Ibnu Hibban).

Surah Yaasin ini juga jika diamalkan, akan terselamatlah kita dari kehausan di hari KIAMAT.

3. SURAH AD-DUKHAN

Dibaca sekali pada malam Jumaat agar kita terselamat dari huru hara di Padang Mahsyar.

4. SURAH AL-WAQI'AH

Menurut beberapa hadis Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, mereka yang mengamalkan membaca Surah Al-Waqi'ah pada setiap malam, insya' Allah tidak akan merasai kepapaan. Mereka yang membacanya sebagai wirid, insya' Allah akan beroleh kesenangan selama-lamanya. Mereka yang membacanya sebanyak 14 kali setiap lepas solat Asar, insya' Allah akan dikurniakan dengan rezeki yang banyak.

Selepas solat 'Isya', ambillah segelas air lalu bacalah Surah Al-Fatihah sekali, Ayatul Qursi sekali dan Surah Al-Waqi'ah ayat 35-38 sebanyak 7 kali. Tiup dalam air dan minum. Dalam hati, niat untuk menjaga kecantikan diri dan kebahagiaan rumahtangga.

Makna Surah Al-Waqi'ah Ayat 35-38 ialah :
"Sesungguhnya, Kami telah menciptakan isteri-isteri mereka dengan ciptaan istimewa. Serta Kami jadikan mereka sentiasa dara (yang tidak pernah disentuh), yang tetap mencintai jodohnya serta yang sebaya dengan umurnya."

5. SURAH AL-KAUTSAR

Sesiapa yang mengamalkan membaca surah ini sebanyak 1,000 kali, maka Allah s.w.t. akan menghasilkan hajatnya termasuk rezeki dan kenaikan pangkat. Sesiapa yang membaca 1,000 kali juga selepas solat 'Isya' hingga dia tertidur, insya' Allah dia dapat melihat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dalam tidurnya.

6. SURAH AL-KAAFIRUUN

Sesiapa yang membaca Surah Al-Kaafiruun, maka bandingannya seperti membaca seperempat Al-Qur'an, disamping terlepas dari syirik, terjauh dari godaan syaitan dan terlepas dari peristiwa yang mengejutkan (Riwayat At-Tarmizi).

Sebelum tidur, bacalah surah ini agar kita mati dalam iman serta membersihkan kotoran dalam diri kita.

7. SURAH AL-MULK

Sebuah lagi Surah dari Al-Qur'an iaitu Surah Al-Mulk mempunyai fadhilat dan faedah yang amat besar bagi sesiapa yang mengamalkan membacanya. Menurut beberapa hadis Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, mereka yang mengamalkan membaca akan surah ini, akan mendapat syafaat dan keampunan dosa-dosanya. Mereka yang membacanya pada setiap malam, insya' Allah, akan terselamat dari azab kubur.

8. SURAH AL-IKHLAS

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah bersabda kepada isteri kesayangan baginda, Siti 'Aisyah, antara mafhumnya :

"Wahai 'Aisyah isteriku, sebelum kamu tidur, khatamlah dulu Al-Qur'an."

Siti 'Aisyah lalu berkata, "Wahai suami ku, saya tidak mampu khatam Al-Qur'an sebanyak 30 juzuk itu."

Apabila mendengar kata-kata Siti 'Aisyah tersebut, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam sambil tersenyum lalu menjawab, "Barangsiapa yang membaca 3 kali sebelum tidur, seolah-olah ia telah khatam Al-Qur'an keseluruhannya."

Dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah bersabda kepada Saidina Ali r.a.,
"Sesiapa hendak pergi musafir, kemudian ketika dia hendak meninggalkan rumahnya, ia membaca surah Al-Ikhlas 11 kali, maka Allah memelihara rumahnya sampai ia kembali."

Ibnu Said Al-Khanafi menerangkan :
"Surah ini dinamakan Surah Al-Ikhlas, ertinya bersih atau lepas. Maka barangsiapa yang membacanya dan mengamalkannya dengan hati yang ikhlas, maka ia akan dilepaskan kesusahan duniawi, dimudahkan di dalam gelombang sakaratulmaut, dihindarkan dari kegelapan kubur dan kengerian hari kiamat."

9. SURAH AL-FALAQ

Siti 'Aisyah menerangkan:
"Bahawa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pada setiap malam apabila hendak tidur, Baginda membaca Surah Al-Ikhlas, Surah Al-Falaq dan Surah An-Nas lalu ditiupkan pada kedua telapak tangan, kemudian disapukan keseluruh tubuh dan kepala. Barangsiapa terkena penyakit kerana perbuatan syaitan atau manusia, hendaklah membaca Surah Al-Falaq dan Surah An-Nas sebanyak 41 kali selama 3 hari, 5 hari atau 7 hari berturut-turut. Barang siapa yang takut akan godaan syaitan dan manusia, takut dalam kegelapan malam atau takut dengan kejahatan manusia, bacalah Surah Al-Falaq dan Surah An-Nas sebanyak 100 kali."

10. SURAH AN-NAS

Surah An-Nas adalah surah yang terakhir (ke-114) dalam Al-Qur'an. Nama An-Nas diambil dari kata An-Nas yang berulang kali disebut dalam surah ini yang bermaksud manusia. Surah ini termasuk dalam golongan surah makkiyah. Isi surah ini adalah bagi menganjurkan manusia memohon perlindungan kepada Allah dari godaan syaitan baik yang berasal dari golongan manusia mahu pun jin. Surah An-Nas ini juga adalah penerang hati.

Puasa Tetapi Tidak Solat

Syaikh Muhammad bin Sholih Al 'Utsaimin -rahimahullah- pernah ditanya: "Apa hukum orang yang berpuasa namun meninggalkan solat?"

Beliau rahimahullah menjawab:

"Puasa yang dilakukan oleh orang yang meninggalkan solat tidaklah diterima kerana orang yang meninggalkan solat adalah kafir dan murtad. Dalil bahawa meninggalkan shalat termasuk bentuk kekafiran adalah firman Allah Ta'ala,

"Jika mereka bertaubat, mendirikan solat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui." (Qs. At Taubah [9]: 11)

Alasan lain adalah sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,

"Pembatas antara seorang muslim dengan kesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkan solat." (HR. Muslim no. 82)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda,

"Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah mengenai solat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir." (HR. Ahmad, At Tirmidzi, An Nasa'i, Ibnu Majah. Dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani)

Pendapat yang mengatakan bahawa meninggalkan solat merupakan suatu kekafiran adalah pendapat majoriti sahabat Nabi bahkan dapat dikatakan pendapat tersebut adalah ijma' (kesepakatan) para sahabat.

'Abdullah bin Syaqiq ��"rahimahullah- (seorang tabi'in yang masyhur) mengatakan, "Para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap suatu amalan yang apabila seseorang meninggalkannya akan menyebabkan dia kafir selain perkara solat." [Perkataan

ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari 'Abdullah bin Syaqiq Al 'Aqliy; seorang tabi'in. Hakim mengatakan bahawa hadits ini bersambung dengan menyebut Abu Hurairah di dalamnya. Dan sanad (periwayat) hadits ini adalah shohih. Lihat Ats Tsamar Al Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitab, hal. 52, -pen]

Oleh karena itu, apabila seseorang berpuasa namun dia meninggalkan solat, puasa yang dia lakukan tidaklah sah (tidak diterima). Amalan puasa yang dia lakukan tidaklah bermanfaat pada hari kiamat nanti.

Oleh sebab itu, kami katakan, "Solatlah kemudian tunaikanlah puasa." Adapun jika engkau puasa namun tidak solat, amalan puasamu akan tertolak kerana orang kafir (disebabkan meninggalkan solat) tidak diterima ibadah daripadanya.

[Sumber: Majmu' Fatawa wa Rosa-il Ibnu 'Utsaimin, 17/62, Asy Syamilah]

Thursday, August 26, 2010

Merasa Arak Walau Setitis

 http://www.beijingboyce.com/wp-content/uploads/2008/11/name-that-beer-contest-dead-ren-ale.png

Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munajjid

Allah berfirman, “Sesungguhnya (meminum) arak, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Al- Ma’idah: 90)

Perintah untuk menjauhi adalah salah satu dalil paling kuat tentang haramnya sesuatu. Di samping itu, pengharaman arak sebagaimana disebutkan ayat di atas disejajarkan dengan pengharaman berhala-berhala, yakni tuhan orang-orang kafir dan patung-patung mereka.

Karena itu tak ada lagi alasan bagi orang yang mengatakan, ayat Al Quran tidak mengatakan meminum arak itu haram, tetapi hanya mengatakan, jauhilah!!

Dalam sunnahnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan tentang ancaman bagi peminum arak, sebagaimana yang diriwayatkan Jabir dalam sebuah hadits marfu’,

إِنَّ عَلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ عَهْدًا لِمَنْ يَشْرَبُ الْمُسْكِرَ أَنْ يَسْقِيَهُ مِنْ طِيْنَةِ الْخَبَالِ، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَمَا طِيْنَةُ الْخَبَالِ؟، قَالَ: عَرَقُ أَهْلِ النَّارِ أَوْ عُصَارَةُ أَهْلِ النَّارِ.

“Sesungguhnya Allah Ta’ala memiliki janji untuk orang yang meminum minuman keras, akan memberinya minum dari thinatul khabal” “Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah thinatul khabal itu?”Beliau menjawab, “Cairan kotor (yang keluar dari tubuh) penghuni neraka.”( HR. Muslim, 3/1587.)

Dalam hadits marfu’ Ibnu Abbas meriwayatkan,

مَنْ مَاتَ مُدْمِنُ خَمْرٍ لَقِيَ اللهَ وَهُوَ كَعَابِدِ وَثَنٍ.

“Barangsiapa meninggal sebagai peminum arak, ia akan bertemu dengan Allah dalam keadaan seperti penyembah berhala.”( HR. Ath-Thabrani, 12/45; Shahihul Jami’, 6525.)

Saat ini, jenis minuman keras dan arak sangat beragam. Nama-namanya juga sangat banyak, baik dengan nama lokal maupun asing. Di antaranya: Bir, wiski, alkohol, vodka, sampanye, arak dan sebagainya.

Di zaman ini pula, telah muncul golongan manusia sebagaimana disebutkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya,

لَيَشْرَبَنَّ نَاسٌ مِنْ أُمَّتِي الْخَمْرَ يُسَمُّوْنَهَا بِغَيْرِ اسْمِهَا.

“Sungguh akan ada golongan dari umatku yang meminum arak, (tetapi) mereka menamakannya dengan nama yang lain.”( HR. Imam Ahmad, 5/342, Shahihul Jami’, 5453.)

Mereka tidak menamakannya arak, tetapi menamakannya dengan minuman rohani, untuk menipu dan memperdaya orang. “Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri, sedang mereka tidak sadar.” (Al-Baqarah: 9).

Syariat Islam telah memberikan definisi agung tentang khamar (minuman keras), sehingga membuat jelas masalah dan memotong tipu daya, fitnah dan permainan orang-orang yang tidak takut kepada Allah. Definisi itu adalah sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ.

“Setiap yang memabukkan adalah khamar dan setiap yang memabukkan adalah haram.”( Hadits riwayat Muslim, 3/1587.)

Jadi, setiap yang merusak akal dan memabukkan hukumnya adalah haram, sedikit atau banyak.( Hadits yang mengatakan, “Semua yang banyak jika memabukkan, maka sedikitpun diharamkan,” telah diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan nomor 3681, tertera dalam Shahih beliau dengan no. 3128.)

Juga meskipun namanya berbeda-beda, sebab pada hakikatnya minumannya tetap satu dan hukumnya telah diketahui oleh kalangan umum.

Yang terakhir dan ini merupakan wejangan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada para peminum khamar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ شَرِبَ الْخَمْرَ وَسَكَرَ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةُ أَرْبَعِيْنَ صَبَاحًا، وَإِنْ مَاتَ دَخَلَ النَّارَ، فَإِنْ تَابَ تَابَ اللهُ عَلَيْهِ، وَإِنْ عَادَ فَشَرِبَ فَسَكَرَ، لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةُ أَرْبَعِيْنَ صَبَاحًا، فَإِنْ مَاتَ دَخَلَ النَّارَ، فَإِنْ تَابَ تَابَ اللهُ عَلَيْهِ، وَإِنْ عَادَ فَشَرِبَ فَسَكَرَ، لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةُ أَرْبَعِيْنَ صَبَاحًا، فَإِنْ مَاتَ دَخَلَ النَّارَ، فَإِنْ تَابَ تَابَ اللهُ عَلَيْهِ، وَإِنْ عَادَ كَانَ حَقًّا عَلَى اللهِ أَنْ يَسْقِيَهُ مِنْ رَدْغَةِ الْخَبَالِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَمَا رَدْغَةُ الْخَبَالِ؟، قَالَ: عُصَارَةُ أَهْلِ النَّارِ.

“Barangsiapa minum khamar dan mabuk, maka shalatnya tidak diterima selama empat puluh pagi dan jika ia meninggal maka ia masuk Neraka, (tetapi) manakala ia bertaubat, Allah akan menerima taubatnya.

Dan jika kembali lagi minum dan mabuk, maka shalatnya tidak diterima selama empat puluh pagi, jika meninggal maka ia masuk Neraka, (tetapi) manakala ia bertaubat, Allah menerima taubatnya.

Dan jika kembali lagi minum dan mabuk, maka shalatnya tidak diterima selama empat puluh pagi, jika meninggal maka ia masuk neraka, (tetapi) manakala ia berbuat, Allah menerima taubatnya.

Dan jika (masih) kembali lagi (minum khamar), maka adalah hak Allah memberinya minum dari radghatul khabal pada hari Kiamat.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah radghatul khabal itu?” Beliau menjawab, “Cairan kotor (yang keluar dari tubuh) penghuni Neraka.”( HR.Ibnu Majah, 3377; Shahihul Jami’, 6313.)

Jika gambaran keadaan peminum minuman keras adalah sebagaimana kita ketahui di muka, maka bagaimana pula dengan gambaran keadaan orang-orang yang melakukan sesuatu yang lebih keras dan lebih berbahaya dari itu, yakni sebagai pecandu narkotika dan sebagainya?

Belanja

Oleh: Jarjani Usman

“Ingatlah, bahwa di dalam tubuh itu ada sebongkah daging jika ia baik maka baik pula seluruh tubuh itu, jika dia rusak maka rusaklah seluruh tubuh, ingatlah, dia itu adalah hati” (HR. Bukhari dan Muslim)

Tiga wilayah utama sering menjadi perhatian penting di tubuh manusia, yaitu otak, hati, dan perut.

Menurut para ulama, ketiga hal tersebut perlu mendapat perhatian serius, kalau seseorang ingin berhasil dalam hidup ini.

Perlu pendidikan untuk otak agar pandai berpikir; perlu siraman rohani untuk hati agar pandai menimbang; dan pengendalian yang baik untuk perut agar nafsu tidak merajalela. Namun anehnya, kebanyakan manusia lebih banyak memberi perhatian kepada perut dan otak, dan jarang ke hati.

Manusia pontang-panting bekerja siang dan malam, yang hasilnya dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan perut, seperti untuk makan dan kebutuhan-kebutuhan nafsu lainnya.

Cukup banyak juga uang dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan otak, seperti untuk menempuh pendidikan dan pelatihan bertahun-tahun. Namun khusus untuk kebutuhan hati sendiri, tidak banyak yang peduli.

Akibat ketimpangan pembelanjaan ini, menurut para ulama, hati sebahagian manusia menjadi tidak cerdas, meskipun cerdas pikirannya.

Akibatnya, hati menjadi tempat bersemayamnya penyakit seperti tamak, rakus, dan sejenisnya.

Dalam keadaan sakit, hati menjadi gagal memberi pertimbangan yang baik terhadap dampak buruknya terhadap orang lain ketika seseorang yang meskipun sudah meraih pendidikan tinggi dengan gelar yang tak sedikit, begitu bernafsu melakukan perbuatan tercela.

Karena itu, tak sepatutnya kita mengabaikan belanja untuk hati. Lebih-lebih hati, menurut Rasulullah, adalah pusat yang memberi pengaruh besar terhadap seluruh perilaku otak dan perut.

Zakat Fitrah

Zakat fitrah hukumnya wajib bagi laki-laki dan perem-puan, anak-anak atau dewasa. Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam telah mewajibkan zakat fitrah, satu sha’

(lebih kurang 2,5 kg. ) dari kurma atau satu sha’ dari gandum, bagi hamba sahaya dan orang merdeka, laki-laki dan perempuan, anak-anak dan dewasa dari kalangan muslimin.” (Muttafaq’ alaih).

Adapun jenis makanan yang boleh dikeluarkan dalam zakat fitrah adalah sebagaimana hadits Abu Said, ia berkata, “Kami mengeluarkan zakat fitrah satu sha’ dari makanan (makanan sehari-hari), atau satu sha’ dari gandum atau satu sha’ dari kurma atau satu sha’ dari keju atau satu sha’ dari anggur.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Ibnu Umar menambahkan, “Atau satu sha’ dari salt (jenis gandum yang paling bagus dan telah dikupas).”

Dalam riwayat lain Ibnu Abbas berkata, “Siapa yang mengeluarkan (zakat fitrah) dari salt pasti diterima, dan siapa yang mengeluarkan dari tepung pasti diterima, dan siapa yang mengeluarkan dari tepung halus pasti diterima.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam bab “Mengeluarkan Semua Jenis Makanan Dalam Zakat Fitrah”

Yang benar adalah bahwa zakat fitrah dikeluarkan dari jenis makanan pokok masing-masing negeri apapun namanya.

Zakat fitrah hanya diberikan kepada faqir miskin saja, tidak semua asnaf (kelompok penerima) zakat yang delapan menerimanya, berdasarkan hadits Ibnu Abbas. Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam bersabda,

طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ.

“(Zakat fitrah itu) sebagai pembersih bagi orang yang saum dari perbuatan sia-sia dan perkatan kotor, juga sebagai makanan bagi orang-orang miskin” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)

Pendapat inilah pendapat mayoritas ulama, seperti Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim rahimahullah. Zakat fitrah hendaknya dilaksanakan sebelum keluar melaksanakan shalat ‘Ied, sebagaimana dalam hadits Muttafaq ‘Alaih. Ibnu Umar berkata, “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihui wasallam menyuruh agar zakat fitrah dilaksanakan sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat ‘Ied.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Dan siapa yang melaksanakannya satu hari atau dua hari sebelum ied, itu tidak apa-apa, sebagaimana dikatakan dalam hadits Al-Bukhari: “Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma memberikan zakat fitrah kepada orang yang berhak menerimanya, dan orang-orang (pada waktu itu) memberikannya satu atau dua hari sebelum ‘Iedul Fitri”. (HR. Al-Bukhari).

Akan tetapi tidak diperbolehkan mengakhirkannya sam-pai selesai shalat ‘Ied. Jika terjadi demikian zakatnya dianggap sadaqah biasa saja.

Sepuluh Hari Terakhir Ramadhan

Dalam sepuluh hari terakhir Nabi shallallahu ‘alaihui wasallam bersungguh-sungguh terhadap hal-hal yang tidak beliau lakukan pada bulan lainnya, karena itu beliau beri’tikaf pada hari tersebut dan dipergunakannya untuk mencari Lailatul Qadar.

Dalam As-Shahihain, Aisyah radhiallahu ‘anha berkata, “Bila masuk sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, Nabi shallallahu ‘alaihui wasallam menghidupkan malamnya, membangunkan keluarganya dan mengencangkan kainnya (menjauhkan diri dari menggauli istrinya).” (HR. Al-Bukhari).

Imam Muslim menambahkan, “Dan bersungguh-sungguh serta mengencangkan kainnya.”

Kalimat “wasadda mi’zarahu” maknanya adalah kiasan dari sebuah persiapan untuk beribadah dan bersungguh-sungguh padanya melebihi dari biasanya, artinya mengoptimalkan ibadah.

Seperti dikatakan dalam bahasa Arab Syadadtu lihadzal amri mi’zari yakni memperkuat dan mengencangkan kainku demi urusan ini.

Dan menurut pendapat lain maknanya adalah kiasan dari menjauhkan diri dari menggauli istrinya. Makna ini yang paling tepat karena kiasan seperti ini telah terkenal di kalangan orang Arab, sebagaimana dalam syairnya:

Suatu kaum apabila berperang
Mereka mengencangkan kainnya
Kemudian tidak menggauli istrinya
Kendatipun dalam keadaan suci

Dan makna “ahyal laila” ialah mengisi malam dengan melakukan shalat dan lainnya sebagaimana dikatakan dalam hadits Aisyah radhiallahu ‘anha, “Aku tidak tahu Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam membaca Al-Qur'an tamat (selesai) satu malam, juga qiyamullail semalam suntuk sampai Shubuh, serta puasa sebulan penuh selain di bulan Ramadhan.” (HR. An-Nasa’i).

Makna kalimat “ahyal lail” dapat diertikan melakukan qiyamullail pada sebagian besar malam atau semalam suntuk selain waktu Isya’ dan sahur, maka jadilah maksudnya menghidupkan sebagian besar malam.

Dan makna “wa aiqazha ahlahu” ialah beliau membangunkan istri-istrinya agar melakukan shalat qiyamullail, dan sudah dimaklumi bahwa beliau senantiasa membangunkan keluarganya di sepanjang tahun tetapi tidak untuk semalam suntuk, dalam Shahih Al-Bukhari dikatakan, “Pada suatu malam, Nabi shallallahu ‘alaihui wasallam bangun dan berkata,

سُبْحَانَ اللَّهِ مَاذَا أُنْزِلَ اللَّيْلَةَ مِنَ الْفِتْنَةِ مَاذَا أُنْزِلَ مِنَ الْخَزَائِنِ مَنْ يُوقِظُ صَوَاحِبَ الْحُجُرَاتِ يَا رُبَّ كَاسِيَةٍ فِي الدُّنْيَا عَارِيَةٍ فِي الْآخِرَةِ.

‘Subhanallah fitnah apa yang akan diturunkan pada malam ini .. dan apa yang akan diturunkan dari perbendaharaan.. dan siapa yang dapat membangunkan orang yang sedang tidur di kamarnya .

betapa banyak orang yang berpakaian di dunianya tetapi telanjang di akhiratnya.” (HR. Al-Bukhari).

Dalam riwayat lain, Nabi shallallahu ‘alaihui wasallam membangunkan Aisyah radhiallahu ‘anhu apabila beliau hendak melakukan shalat witir, akan tetapi pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan beliau membangunkan keluarganya lebih tampak jelas dari hari-hari yang lainnya.

Wednesday, August 25, 2010

Merampas Tanah Milik Orang Lain

Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munajjid

Jika telah hilang rasa takut kepada Allah, maka kekuatan dan kelihaian menjadi bencana bagi pemiliknya. Ia akan menggunakan anugerah itu untuk berbuat zhalim, misalnya dengan menguasai harta orang lain.

Termasuk di dalamnya merampas tanah milik orang lain. Ancaman buat orang yang melakukan hal tersebut sungguh amat keras sekali.

Dalam hadits mar’fu dari Abdullah bin Umar disebutkan:

مَنْ أَخَذَ مِنَ اْلأَرْضِ شَيْئًا بِغَيْرِ حَقِّهِ خُسِفَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَى سَبْعِ أَرَاضِيْنَ.

“Barangsiapa mengambil tanah (orang lain) meski sedikit dengan tanpa hak niscaya dia akan ditenggelamkan dengannya pada hari Kiamat sampai ke (dasar) tujuh lapis bumi.”( Hadits riwayat Al-Bukhari, lihat Al-Fath, 5/103.)

Ya’la bin Murrah radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَيُّمَا رَجُلٍ ظَلَمَ شِبْرًا مِنَ اْلأَرْضِ كَلَّفَهُ اللهُ أَنْ يَحْفِرَهُ [فِي الطَّبْرَانِي: يُحْضِرَهُ] حَتَّى آخِرَ سَبْعِ أَرَضِيْنَ ثُمَّ يُطَوِّقُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يَقْضِيَ بَيْنَ النَّاسِ.

“Siapa saja yang menzhalimi (dengan mengambil) sejengkal dari tanah (orang lain), niscaya Allah membebaninya menggali tanah tersebut (dalam riwayat Ath-Thabrani: menghadirkannya) hingga akhir dari tujuh lapis bumi,

lalu Allah mengalungkannya (di lehernya) pada hari Kiamat sampai seluruh manusia diadili.” ( Hadits riwayat Ath-Thabrani dalam Al-Kabir, 22/270; Shahihul Jami’, 2719.)

Termasuk di dalamnya, mengubah batas dan patok-patok tanah, sehingga tanahnya menjadi luas dengan mengurangi tanah milik tetangganya. Mereka itulah orang-orang yang dimaksud oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya,

لَعَنَ اللهُ مَنْ غَيَّرَ مَنَارَ اْلأَرْضِ.

“Allah melaknat orang yang mengubah tanda-tanda (batasan) tanah.”( Hadits riwayat Muslim, Syarh An-Nawawi, 13/141.)

Dosa yang dianggap biasa : Menerima hadiah setelah menolong

Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munajjid

Pangkat dan kedudukan di tengah manusia, jika disyukuri merupakan salah satu nikmat Allah atas hamba-Nya. Di antara cara bersyukur atas nikmat ini adalah dengan menggunakan pangkat dan kedudukan tersebut buat mashlahat dan kepentingan umat. Ini merupakan realisasi dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَفْعَلْ.

“Barangsiapa di antara kalian bisa memberi manfaat kepada saudaranya, hendaknya ia lakukan.”( Hadits riwayat Muslim,4/1726.)

Orang yang dengan pangkatnya bisa memberikan manfaat kepada saudaranya sesama muslim, baik dalam mencegah kezhaliman darinya atau mendatangkan manfaat untuknya, jika niatnya ikhlas tanpa diikuti perbuatan haram atau merugikan hak orang lain, ia akan mendapat pahala di sisi Allah. Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

اِشْفَعُوْا تُؤْجَزُوْا

“Berilah pertolongan, niscaya kalian diberi pahala.”( Hadits riwayat Abu Daud , 5132; Hadits ini terdapat dalam Shahihain, Fathul Bari, 10/450, Kitab Adab, Bab Ta’awanul Mukminin Ba’dhuhum Ba’dha.)

Tetapi ia tidak boleh mengambil upah dari pertolongan dan perantara yang ia berikan. Ini berdasarkan hadits marfu’ dari Abu Umamah,

مَنْ شَفَعَ لأَحَدٍ شَفَاعَةً فَأَهْدَى لَهُ هَدِيَّةً [عَلَيْهَا] فَقَبِلَهَا [مِنْهُ] فَقَدْ أَتَى بَابًا عَظِيْمًا مِنْ أَبْوَابِ الرِّبَا.
“Barangsiapa memberi pertolongan kepada seseorang, lalu ia diberi hadiah (atas pertolongan itu) kemudian (mau) menerimanya, sungguh ia telah mendatangkan suatu pintu yang besar di antara pintu-pintu riba.” ( Hadits riwayat Imam Ahmad, 5/261; Ta’awanul Mukminin; Shahihul Jami’, 6292.)

Sebagian orang menggunakan pangkat dan jabatannya untuk mengeruk keuntungan materi. Misalnya dengan mensyaratkan imbalan dalam pengangkatan kepegawaian seseorang atau dalam memindah-tugaskan pegawai dari satu daerah ke daerah lain, atau juga dalam mengobati pasien yang sakit dan hal lain yang semacamnya.

Menurut pendapat yang kuat, imbalan yang diterimanya itu hukumnya haram, berdasarkan hadits Abu Umamah sebagaimana telah disebutkan di muka.

Bahkan secara umum hadits itu mencakup pada penerimaan imbalan yang tidak disyaratkan di muka ( Diambil dari keterangan Syaikh Abdul Aziz bin Baz secara lisan. )

Cukuplah orang yang berbuat baik itu mengharap imbalannya dari Allah kelak pada hari Kiamat.

Suatu hari seorang laki-laki datang kepada Al-Hasan bin Sahal meminta pertolongan dalam suatu keperluan, sehingga ia ditolaknya. Laki-laki itu berterima kasih kepada Al-Hasan.

Tetapi Al Hasan bin Sahal berkata, “Atas dasar apa engkau berterima kasih kepada kami? Kami memandang bahwasanya pangkat wajib dizakati, sebagaimana harta wajib dizakati.”( Al-Adab Asy-Syar’iyyah oleh Ibnu Muflih, 2/176. )

Perlu dicatat, ada perbedaan antara mengupah dan menyewa seseorang untuk melakukan tugas, mengawasi atau menyempurnakannya dengan menggunakan pangkat dan kedudukannya untuk tujuan materi.

Yang pertama, jika memenuhi persyaratan syari’at diperbolehkan karena termasuk dalam bab sewa-menyewa, sedang yang kedua hukumya haram.

Tuesday, August 24, 2010

Lelaki Kacak Peneman si Mati. Siapakah dia?

Rasulullah SAW bersabda: 'Bila seseorang lelaki itu mati dan saudaranya sibuk dengan pengebumiannya, berdiri lelaki yang betul-betul kacak di bahagian kepalanya. Bila mayatnya dikapan, lelaki itu berada di antara kain kapan dan si mati.

Selepas pengebumian, semua orang pulang ke rumah, 2 malaikat Mungkar dan Nakir, datang dalam kubur dan cuba memisahkan lelaki kacak ini supaya mereka boleh menyoal lelaki yang telah meninggal itu seorang diri mengenai ketaatannya kepada Allah.

Tapi lelaki kacak itu berkata,Dia adalah temanku, dia adalah kawanku. Aku takkan meninggalkannya seorang diri walau apa pun. Jika kamu ditetapkan untuk menyoal, lakukanlah tugasmu. Aku tidak boleh meninggalkannya sehingga aku dapati dia dimasukkan ke dalam Syurga.'

Selepas itu dia berpaling pada temannya yang meninggal dan berkata,'Aku adalah Al-Quran, yang mana kamu membacanya, kadang-kadang dengan suara yang nyaring dan kadang-kadang dengan suara yang perlahan. Jangan bimbang. Selepas soal siasat dari Mungkar dan Nakir, kamu tidak akan bersedih.'

Selepas soal siasat selesai, lelaki kacak mengatur untuknya daripada Al-Mala'ul A'laa (malaikat dalam Syurga) tempat tidur dari sutera yang dipenuhi bauan kesturi Rasulullah (Sallallahu alaihi wasallam) bersabda :'Di hari pengadilan, di hadapan Allah, tiada syafaat yang lebih baik darjatnya daripada Quran, mahupun dari nabi atau malaikat.'

10 Jenis Solat Yang Tidak Diterima Allah

http://www.masterpies.com/course/wp-content/uploads/2009/10/khusyuk-solat.jpg


Solat itu adalah tiang agama, perumpamaan yang disamakan dengan tiang seri sesebuah rumah. Jika tiada tiang seri maka tidaklah lengkap rumah itu dengan tidak memilik bumbung.

Rasulullah S.A.W. telah bersabda yang bermaksud: “Sesiapa yang memelihara solat, maka solat itu sebagai cahaya baginya, petunjuk dan jalan selamat dan barangsiapa yang tidak memelihara solat, maka sesungguhnya solat itu tidak menjadi cahaya, dan tidak juga menjadi petunjuk dan jalan selamat baginya.” (Tabyinul Mahaarim)

Rasulullah S.A.W juga telah bersabda bahawa terdapat 10 orang solatnya yang tidak diterima oleh Allah S.W.T, antaranya :

1. Orang lelaki yang solat sendirian tanpa membaca sesuatu.
2. Orang lelaki yang mengerjakan solat tetapi tidak mengeluarkan zakat.
3. Orang lelaki yang menjadi imam, padahal orang yang menjadi makmum membencinya.
4. Orang lelaki yang melarikan diri.
5. Orang lelaki yang minum arak tanpa mahu meninggalkannya (Taubat).
6. Orang perempuan yang suaminya marah kepadanya.
7. Orang perempuan yang mengerjakan solat tanpa memakai tudung.
8. Imam atau pemimpin yang sombong dan zalim menganiaya.
9. Orang-orang yang suka makan riba’.
10. Orang yang solatnya tidak dapat menahannya dari melakukan perbuatan yang keji dan mungkar.

Sabda Rasulullah S.A.W yang bermaksud : “Barang siapa yang solatnya itu tidak dapat menahannya dari melakukan perbuatan keji dan mungkar, maka sesungguhnya solatnya itu hanya menambahkan kemurkaan Allah S.W.T dan jauh daripada Allah.”

Hassan r.a berkata : “Jika solat kamu itu tidak dapat menahan kamu daripada melakukan perbuatan mungkar dan keji, maka sesungguhnya kamu dianggap orang yang tidak mengerjakan solat. Dan pada hari kiamat nanti solatmu itu akan dilemparkan semula ke arah mukamu seperti satu bungkusan kain tebal yang buruk.”

Semoga kita mengambil berat dengan amalan solat kita seharian.

Mencuri

Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munajjid

Allah Ta’ala berfirman, “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al- Ma’idah: 38)

Di antara kejahatan pencurian yang paling besar adalah mencuri barang-barang milik para hujjaj dan mereka yang sedang umrah di Baitullah Makkah.

Pencuri semacam itu tidak lagi memperhitungkan ketentuan-ketentuan Allah bahwa ia sedang berada di bumi yang paling mulia di sekeliling Ka’bah. Dalam kisah tentang shalat Kusuf, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَقَدْ جِيْءَ بِالنَّارِ وَذَلِكَ حِيْنَ رَأَيْتُمُوْنِيْ تَأَخَّرْتُ مَخَافَةَ أَنْ يُصِيْبَنِيْ مِنْ لَفْحِهَا، وَحَتَّى رَأَيْتُ فِيْهَا صَاحِبَ الْمِحْجَنِ يَجُرُّ قُصْبَهُ [أَمْعَاءَهُ] فِي النَّارِ، كَانَ يَسْرِقُ الْحَاجَّ بِمِحْجَنِهِ، فَإِنْ فُطِنَ لَهُ قَالَ: إِنَّمَا تَعَلَّقَ بِمِحْجَنِيْ، وَإِنْ غَفِلَ عَنْهُ ذَهَبَ بِهِ.

“Dan sungguh telah diperlihatkan api Neraka, yaitu saat kalian melihatku mundur karena aku takut hangus (oleh jilatannya), dan sehingga aku melihat di dalamnya pemilik mihjan(Mihjan adalah tongkat berkeluk kepalanya.)

menyeret ususnya dalam Neraka. Dahulunya, ia mencuri (barang milik) orang yang haji. Jika ketahuan, ia berkilah: “Barang itu terpaut di mihjanku.” Tetapi jika orang itu lengah dari barangnya, maka si pencuri membawanya (pergi).”( Hadits riwayat Muslim, 904.)

Termasuk pencurian terbesar adalah mencuri dari harta milik umum. Sebagian orang yang melakukannya berdalih, kami mencuri sebagaimana yang dilakukan orang lain. Mereka tidak memahami bahwa pencurian itu berarti mencuri dari harta segenap umat Islam.

Sebab harta milik umum berarti milik segenap umat Islam. Sedangkan apa yang dilakukan oleh orang lain yang tidak takut kepada Allah, bukanlah alasan sehingga mereka dibenarkan mencuri.

Sebagian orang mencuri harta milik orang-orang kafir dengan menjadikan kekafiran mereka sebagai dalih. Ini tidak benar.

Orang kafir yang hartanya boleh diambil adalah mereka yang memerangi umat Islam. Padahal, tidak semua perusahaan milik orang-orang kafir, atau individu dari mereka masuk kategori tersebut.

Modus pencurian amat beragam. Di antaranya mencopet, mengulurkan tangan ke saku orang lain secara cepat dan mengambil isinya. Sebagian masuk ke rumah orang lain dengan berkedok sebagai tamu, lalu menjarah barang-barang di dalam rumah. Sebagian lain mencuri koper atau tas tamunya.

Ada pula yang masuk ke toko atau supermarket lalu menguntil barang yang kemudian ia selipkan di balik baju, seperti yang dilakukan sebagian wanita.

Sebagian orang meremehkan pencurian sesuatu yang jumlahnya sedikit atau tak berharga. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَعَنَ اللهُ السَّارِقَ يَسْرِقُ الْبَيْضَةَ فَتُقْطَعُ يَدُهُ وَيَسْرِقُ الْحَبْلَ فَتُقْطَعُ يَدُهُ.

“Allah melaknat pencuri yang mencuri sebutir telur sehingga dipotong tangannya dan (pencuri) yang mencuri seutas tali sehingga dipotong tangannya.”( Hadits riwayat Imam Ahmad,2/387; Shahihul Jami’, 5069.)

Setiap orang yang mencuri sesuatu, betapapun kecil nilainya harus mengembalikan kepada pemiliknya, setelah sebelumnya ia bertaubat kepada Allah. Pengembalian itu baik secara terang-terangan atau rahasia, secara pribadi atau dengan perantara. Adapun jika tak mampu usaha maksimal untuk mengembalikan kepada pemiliknya atau ahli warisnya, maka hendaklah ia menyedekahkan barang tersebut dengan niat pahalanya untuk pemilik barang tersebut.

Monday, August 23, 2010

Berjualan setelah Azan kedua pada hari Jumaat

Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munajjid

Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”(Al-Jumu’ah: 9)

Sebagian pedagang, ada yang masih berjualan di toko-toko mereka, meskipun adzan kedua sudah berkumandang. Bahkan di antara mereka ada yang berjualan di dekat atau di halaman masjid.

Para pembelinya dalam hal ini, juga ikut berdosa, meski mereka hanya membeli sebuah siwak atau tissue. Jual beli pada waktu tersebut, menurut pendapat yang kuat, hukumnya tidak sah.

Sebagian pemilik restoran, perusahaan roti, atau pabrik, ada yang masih tetap memaksa para karyawannya bekerja pada waktu shalat Jum’at.

Orang-orang tersebut, meski secara lahiriyah bertambah keuntungannya, tetapi secara hakikat perdagangan mereka merugi.

Adapun para karyawan, hendaknya mereka melaksanakan tugas dalam batas sebagaimana yang dituntunkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

لاَ طَاعَةَ لِبَشَرٍ فِيْ مَعْصِيَةِ اللهِ.

“Tidak ada keta’atan kepada manusia dalam berbuat maksiat kepada Allah.”( Hadits riwayat Imam Ahmad, I/129, Ahmad Syakir berkata, isnad hadits ini shahih, hadits no.1065. (Hadits tersebut terdapat dalam Shahihain, Ibnu Baz).)

Perempuan Muslimah Menikah Dengan Lelaki Kafir (Non Muslim)

oleh : Said Abdul Aziz al-Jandul

Sering sekali muncul pertanyaan seputar: “Kenapa Islam memperbolehkan lelaki muslim menikah dengan perempuan non muslimah, namun tidak memperbolehkan perempuan muslimah dinikahi oleh lelaki non muslim?”

Untuk menjawab pertanyaan di atas butuh sedikit penjelasan yang lebih detail. Hal pertama yang perlu kita ketahui di dalam masalah ini adalah bahwa Islam telah mengharamkan seorang lelaki muslim menikah dengan seorang perempuan yang tidak beriman kepada Allah atau dengan seorang perempuan yang menganut faham paganis (penyembah berhala).

Demikian pula, Islam mengharamkan perempuan muslimah menikah dengan seorang lelaki yang tidak beriman kepada Allah atau dengan lelaki penyembah berhala. Yang demikian itu karena akidah seorang muslim itu tidak menghormati kepercayaan dan keyakinan orang-orang kafir ataupun hal-hal yang dipandng suci oleh orang-orang musyrik.

Sedangkan Islam mengupayakan agar kehidupan suami-istri itu dibangun di atas dasar rasa cinta, saling mengormati dan keharmonisan. Dasar kehidupan seperti ini tidak akan terwujud dengan adanya perbedaan yang cukup besar di dalam kepercayaan-kepercayaan ideologis dan tidak akan tercapai dengan adanya kemustahilan adanya titik temu tentang ideologi dalam rangka merealisasikan kebahagiaan berumah-tangga.

Hal lain lagi, adalah bahwasanya ketika seorang muslim terikat dengan seorang perempuan penyembah berhala (paganis) atau kafir, atau seorang perempuan muslimah terikat dengan seorang suami kafir atau penyembah berhala bisa terpengaruh dengan aqidah batilnya karena rasa kasih-sayang di antara keduanya sebagai pasangan suami-istri, maka akibatnya adalah penyimpangan dari agama yang shahih (benar) menjadi penganut aqidah palsu (batil) atau kepercayaan yang sesat. Maka dari itu Islam mengharamkan pernikahan seorang muslim atau muslimah dengan orang yang berbeda agama (kafir atau musyrik).

Setelah kita ketahui pandangan Islam dalam pengharaman pernikahan seperti itu, kita temukan pula bahwa Islam mengharamkan perempuan muslimah menikah dengan dengan lelaki yahudi atau nasrani. Sebabnya adalah bahwa masing-masing si yahudi maupun si nasrani itu tidak beriman kepada Islam, tidak beriman kepada Al-Qur’an dan tidak pula mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah; dan dari sinilah muncul perselisihan dan pertikaian, maka terputuslah ikatan pernikahan, di samping sang suami mempunyai pengaruh terhadap keyakinan (aqidah) istrinya karena posisinya sebagai kepala rumah tangga dan karena perasaan lemah sang istri di hadapan suami adalah merupakan sesuatu yang dapat menyebabkan istri berpindah agama, dari agama yang shahih ke agama yang telah dinodai penyimpangan dan perubahan. Hal lain lagi adalah bahawasanya Allah Subhaanahu Wata'ala telah menghargai dan memuliakan perempuan muslimah dengan Islam, maka sangat tidak pantas kalau ia berada di bawah kekuasaan seorang lelaki kafir yang melecehkan aqidah dan menoreh kehormatannya.

Sekalipun Islam telah mengharamkan pernikahan seperti itu, namun ia membolehkan kepada lelaki muslim menikahi perempuan yahudi atau nasrani. Sebabnya adalah bahwa seorang lelaki muslim itu menghormati Nabi Musa dan Nabi Isa ‘alaihis salam, serta beriman bahwa keduanya adalah utusan Allah (Rasul-Nya), maka dari sisi ini sang istri tidak merasakan adanya sesuatu yang membuatnya tidak suka terhadap suaminya, sekalipun berbeda agama, apabila ia masih ingin tetap bersamanya dengan tetap pada agamanya. Islam juga memberikan kesempatan luas kepada si istri untuk mengenal Islam lebih jauh, yang barang kali dengan cara itu ia dapat terbimbing untuk masuk Islam secara suka rela, sehingga pernikahan seperti itu dapat menjadi penyelamat baginya daripada tetap menganut agama yang telah ternodai oleh tahrif (perubahan dan manipulasi manusia).

Sunday, August 22, 2010

DOSA-DOSA YANG DIANGGAP BIASA : MENYEMBUNYIKAN AIB BARANG

MENYEMBUNYIKAN AIB BARANG

Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lewat di samping sebuah gundukan makanan (sejenis gandum). Lalu beliau memasukkan tangannya ke dalam gundukan makanan tersebut sehingga jari-jarinya basah. Beliau bertanya, “Apa ini wahai pemilik makanan?” Ia menjawab, “Kehujanan, wahai Rasulullah!” Rasulullah bersabda,

أَفَلاَ جَعَلْتَهُ فَوْقَ الطَّعَامِ كَيْ يَرَاهُ النَّاسُ؟ مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنَّا.

“Kenapa tidak engkau letakkan di (bagian) atas makanan sehingga orang-orang dapat melihatnya? Barangsiapa menipu maka dia tidak termasuk golongan kami.”( Hadits riwayat Muslim, 1/99.)

Pada saat ini, banyak pedagang yang tidak takut kepada Allah dengan menyembunyikan aib barang. Misalnya dengan memberinya lem perekat, atau meletakkannya di bagian bawah kotak barang, atau menggunakan zat kimia atau semacamnya sehingga barang tersebut tampak bagus. Jika berupa barang-barang elektronik, mungkin dengan menyembunyikan cacat pada komponen tertentu, sehingga ketika barang itu dibawa pulang oleh pembeli, tak lama kemudian barang itu rusak. Sebagian penjual ada yang mengubah tanggal kadarluarsa penggunaan barang, atau menolak pembeli yang ingin meneliti barang atau mencobanya. Dan betapa banyak kita saksikan orang-orang yang menjual mobil atau peralatan lainnya, tidak mau menerangkan cacat barang yang hendak dijualnya. Semua ini hukumnya haram.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ وَلاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ بَاعَ مِنْ أَخِيْهِ بَيْعًا فِيْهِ عَيْبٌ إِلاَّ بَيَّنَهُ لَهُ.

“Seorang muslim adalah saudara muslim lainnya, tidak halal bagi seorang muslim menjual barang kepada saudaranya yang di dalamnya ada cacat, kecuali ia menerangkan cacat tersebut.” (Hadits riwayat Ibnu Majah,2/754; Shahihul Jami’, 6705.)

Sebagian orang mengira, menjual secara lelang dengan serta merta akan melepaskan dirinya dari tanggung jawab soal aib barang. Misalnya dengan mengatakan kepada pembeli, saya jual kepada anda setumpuk besi .. saya jual kepada anda setumpuk besi.

Tidak, justeru menjual barang seperti itu (dengan tanpa menerangkan cacat barang), juga yang sejenisnya adalah perdagangan yang tidak diberkahi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الْبَيْعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُوْرِكَ لَهُمَا فِيْ بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا.

“Kedua orang yang sedang jual beli ada di dalam khiyar (pilihan) selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan menerangkan (aib barang) maka jual beli keduanya diberkahi. Tetapi jika keduanya berdusta dan menyembunyikan (aib barang) maka dihapuslah berkah jual beli keduanya.”(Hadits riwayat Al-Bukhari, lihat Fathul Bari,4/328.)

Pesan Seorang Ibu

oleh : Said Abdul Aziz al-Jandul

Ada seorang ibu berwasiat (berpesan) kepada putrinya di kala pesta penikahannya, seraya berkata:

“Wahai putriku, sesungguhnya engkau telah meninggalkan suasana yang dari situ engkau keluar, dan engkau tinggalkan tempat di mana engkau dibesarkan. (Engkau pergi) menuju tempat tinggal yang belum engkau tempati (bersama) pendamping yang belum pernah engkau kenal. Maka bawalah sepuluh sifat pesan dariku sebagai bekal untukmu, yaitu:

Dampingilah ia (suamimu) dengan penuh kepuasan hati.

Pergaulilah ia dengan penuh rasa patuh dan ta’at.

Jagalahlah apa yang menjadi pusat perhatiannya.

Jangan sampai ia melihat suatu penampilan yang buruk darimu.

Kemudian, kenalilah waktu makannya,

Jagalah ketenangan di saat ia tidur (beristirahat),

karena terik panas udara itu menyengat dan susah tidur itu membuat marah.

Kemudian, hindarilah rasa gembira di hadapannya jika ia sedang sedih atau duka.

Jangan menampakkan kesedihan di sisinya di saat ia sedang gembira; sebab, yang pertama merupakan sikap kelalaian, sedangkan yang kedua adalah sikap pencemaran.

Jadilah engkau orang yang paling hormat kepadanya, niscaya ia menjadi orang yang paling menghargaimu,

Dan ketahuilah bahwa engkau tidak akan meraih apa yang engkau inginkan kecuali apabila engkau lebih mementingkan kesuakaannya atas kesukaanmu dan kesenangannya atas kesenanganmu terhadap apa yang kamu suka dan kamu benci. Dan Allah pasti memberikan yang terbaik untukmu.”

Saturday, August 21, 2010

Dosa Yang Dianggap Biasa : Makan Wang Riba

MAKAN UANG RIBA

Dalam Kitab suci-Nya Al-Qur’an, Allah tidak pernah memaklumkan perang kepada seseorang kecuali kepada pemakan riba. Allah berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu.” (Al Baqarah: 278-279)

Cukuplah ayat di atas menjadi petunjuk betapa keji dosa riba di sisi Allah Ta’ala.

Orang yang memperhatikan pengaruh riba dalam kehidupan individu hingga tingkat negara, niscaya akan mendapatkan kesimpulan, melakukan kegiatan riba mengakibatkan kerugian, kebangkrutan, kelesuan, kemandegan dan kelemahan. Baik karena lilitan utang yang tak terbayar atau berupa kepincangan ekonomi, tingginya tingkat pengangguran, ambruknya perseroan dan usaha bisnis. Di samping, kegiatan riba menjadikan hasil keringat dan jerih payah kerja tiap hari hanya dikonsentrasikan untuk membayar bunga riba yang tak pernah ada akhirnya. Ini berarti menciptakan kesenjangan sosial, membangun gunung rupiah untuk satu kelompok masyarakat yang jumlahnya minoritas di satu sisi, dan di sisi lain menciptakan kemiskinan di tengah masyarakat –yang jumlahnya mayoritas- yang sudah merana dan papa. Barangkali inilah salah satu potret kezhaliman dari kegiatan riba sehingga Allah memaklumkan perang atasnya.

Semua pihak yang berperan dalam kegiatan riba, baik yang secara langsung terjun dalam kegiatan riba, perantara atau para pembantu kelancaran kegiatan riba adalah orang-orang yang dilaknat melalui lisan Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam,

عَنْ جَابِرِ قَالَ: لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤَكِّلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ. وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ.

“Dari jabir radhiallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat pemakan riba, pemberi riba, penulis dan kedua orang yang menjadi saksi atasnya” Ia berkata: “Mereka itu sama (saja).” (Hadits riwayat Muslim, 3/1219.)

Berdasarkan hadits di atas, maka setiap umat Islam tidak diperkenankan bekerja sebagai sekretaris, petugas pembukuan, penerima uang nasabah, nasabah, pengantar uang nasabah, satpam dan pekerjaan lainnya yang mendukung kegiatan riba.

Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menerangkan betapa buruk kegiatan riba tersebut. Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الرِّبَا ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُوْنَ بَابًا أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ، وَإِنَّ أَرْبَى الرِّبَا عِرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمِ.
“Riba itu (memiliki) tujuh puluh tiga pintu, yang paling ringan daripadanya adalah seperti (dosa) seorang laki-laki yang menyetubuhi ibunya (sendiri). Dan sejahat-jahat riba adalah kehormatan seorang muslim.” (Hadits riwayat Al-Hakim dalam Al Mustadrak, 2/37; Shahihul Jami’, 3533.)

Juga dalam sabda beliau,

دِرْهَمُ رِبًا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتَّةٍ وَثَلاَثِيْنَ زَنِيَةً.

“Sedirham (uang) riba yang dimakan oleh seorang laki-laki, sedang dia mengetahui (uang itu hasil riba) lebih keras (siksanya) daripada tiga puluh enam wanita pezina.” (Hadits riwayat Al-Hakim dalam Al Mustadrak, 2/37; Shahihul Jami’, 3533.)

Pengharaman riba berlaku umum, tidak dikhususkan -sebagaimana diduga oleh sebagian orang- hanya antara si kaya dengan si miskin. Pengharaman itu berlaku untuk semua orang dan dalam semua keadaan.

Betapa banyak kita saksikan bangkrutnya pedagang-pedagang besar dan orang-orang kaya karena melibatkan diri dalam kegiatan ribawi. Atau paling tidak , berkah uang riba tersebut –meski jumlahnya banyak- dihilangkan oleh Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الرِّبَا وَإِنْ كَثُرَ فَإِنَّ عَاقِبَتَهُ تَصِيْرُ إِلَى قُلٍّ.

“(Uang) riba itu meski (pada awalnya) banyak, tetapi pada akhirnya ia akan (menjadi) sedikit.”( Hadits riwayat Al-Hakim, 2/37; Shahihul Jami’, 3542.)

Riba juga tidak dikhususkan pada jumlah peredaran uang sehingga dikatakan kalau dalam jumlah banyak, riba itu haram dan kalau sedikit tidak. Sedikit atau banyak, riba hukumnya haram. Orang yang memakan atau mengambil uang riba, kelak akan dibangkitkan dari dalam kuburnya pada hari Kiamat seperti bangkitnya orang yang kemasukan setan lantaran tekanan penyakit gila.

Meskipun riba adalah suatu dosa yang sangat keji, tetapi Allah tetap menerima taubat orang yang hendak meninggalkan perbuatan tersebut. Langkah yang harus ditempuh oleh orang yang benar-benar taubat dari kegiatan riba adalah sebagaimana dituturkan firman Allah, “Dan jika bertaubat (dari kegiatan dan pemanfaatan riba) maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (Al-Baqarah: 279)

Dengan mengambil langkah tersebut, maka keadilan benar-benar terwujud. Setiap pribadi muslim harus menjauhkan diri dari dosa besar ini, memandangnya sebagai sesuatu yang buruk dan keji. Bahkan hingga orang-orang yang meletakkan uangnya di bank-bank konvensional (ribawi) karena terpaksa disebabkan takut hilang atau dicuri, hendaknya ia benar-benar merasakannya sebagai sesuatu yang sangat terpaksa. Yakni keterpaksaan itu sebanding dengan keterpaksaan orang yang makan bangkai atau lebih dari itu, dengan tetap memohon ampun kepada Allah dan berusaha untuk mencari gantinya, bila memungkinkan. Orang-orang itu tidak boleh meminta bunga deposito dari bank-bank tersebut.

Jika bunga itu dimasukkan ke dalam rekeningnya, maka ia harus menggunakan uang tersebut untuk sesuatu yang dibolehkan, ( Seperti untuk membangun wc umum atau semisalnya (pent.).) sebagai bentuk penghindaran dari uang tersebut, tidak sebagai sedekah. Karena Allah adalah Dzat Yang Maha Baik, tidak menerima sesuatu kecuali yang baik. Ia tidak boleh memanfaatkan uang riba tersebut dalam bentuk apapun. Tidak untuk makan, minum, pakaian, kendaraan, atau tempat tinggal. Juga tidak boleh untuk diberikan sebagai nafkah kepada isteri, anak, bapak atau ibu. Juga tidak boleh untuk membayar zakat, membayar pajak atau menjadikannya sarana untuk menolak kezhaliman yang menimpanya. Tetapi hendaknya ia membebaskan diri daripadanya, karena takut kepada siksaan Allah Ta’ala
Related Posts with Thumbnails