Oleh Jarjani Usman/Serambi.
“Wajib atas kalian untuk selalu duduk di majelis ulama dan mendengarkan
perkataan ahli hikmah, karena sungguh Allah menghidupkan hati yang mati
itu dengan cahaya hikmah, sebagaimana Allah menghidupkan bumi yang mati
dengan air hujan” (Al hadits).
Meskipun masih hidup, kita berpeluang mengalami mati hati. Para ulama
menggambarkan seseorang yang telah mati hatinya dengan beberapa keadaan.
Di antaranya, gila pada harta dunia tanpa mau peduli status halal
haramnya, tidak punya rasa takut akan peringatan kematian, dan tak
merasa bersalah ketika melakukan perbuatan berdosa. Keadaan-keadaan ini
saja jika dimiliki seseorang, akan menjatuhkannya ke dalam aliran dosa
yang berkepanjangan.
Jika diperhatikan, sungguh sudah sangat banyak di antara kita yang
mengalami mati hati di muka bumi ini. Sebab rata-rata orang, apapun
profesinya, kini merasa bangga dengan kekayaannya walaupun dari hasil
korupsi atau penyelewengan. Lihatlah betapa banyak orang yang menajdi
kaya raya karena mengambil yang bukan haknya. Juga banyak orang yang
dimuliakan karena kekayaannya walau dari hasil (menjual) barang haram.
Bukan hanya itu, kematian yang dialami seseorang hanya dianggap sebagai
sesuatu yang alami, bukan sebagai peringatan untuk memperbaiki diri.
Namun demikian, hati yang mati bukan tak bisa disembuhkan kembali. Duduk
dengan para ulama, misalnya, merupakan jalan yang bisa membantu
menghidupkan hati yang mati. Dari petuah-petuah yang disampaikan akan
mengantar seseorang kepada kebenaran, yang tentunya berasal dari Alquran
dan sunnah. Lebih-lebih bila petuah tersebut menggugah kita untuk
sering membaca Alquran dan mengkaji maknanya. Insya Allah hati kita kan
hidup, terbuka dalam menerima kebenaran dan menyukai kebaikan.
No comments:
Post a Comment